Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Rudapaksa Santriwati, Oknum Pengasuh Ponpes di NTT Divonis 15 Tahun Penjara

Iren Leleng , Jurnalis-Kamis, 28 Maret 2024 |00:50 WIB
Rudapaksa Santriwati, Oknum Pengasuh Ponpes di NTT Divonis 15 Tahun Penjara
Sidang pemerkosaan santri (Foto: MPI)
A
A
A

 

MANGGARAI - Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, memvonis 15 tahun penjara terhadap Pua Ibrahim, terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur.

Majelis Hakim yang beranggotakan Carisma Gagah Arisatya selaku Hakim Ketua, Syifa Alam, serta Indi M. Ismail selaku Hakim anggota, membacakan putusan itu di Ruang Sidang Cakra, pada Rabu (27/3/2024).

Kata Hakim, putusan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tuntutan 18 tahun penjara dari jaksa.

Hakim juga menyatakan bahwa terdakwa Pua Ibrahim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur.

Karena itu, Hakim PN Ruteng, memutuskan Pua Ibrahim melanggar Pasal 81 Ayat 3 Jo Pasal 76 e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP sesuai dengan Dakwaan Alternatif Pertama Jaksa Penuntut Umum.

Diberitakan sebelum, Pua Ibrahim yang diketahui pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) asal Borong, Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT), setubuhi dua santriwatinya.

Polres Manggarai Timur waktu itu mengungkapkan bahwa aksi bejat yang dilakukan oleh Pua Ibrahim terjadi berulang kali semenjak tanggal 31 Juli 2023 hingga terakhir terjadi pada 17 November 2023 di kamar milik tersangka di Pondok Pesantren.

Adapun modus yang dilakukan oleh pelaku bahwa, pada tanggal 31 Juli 2023 lalu, sekitar pukul 18.30 wita, Pua Ibrahim menyuruh korban untuk urut badan di dalam kamar miliknya.

Pada pukul 19.00 Wita, Pua Ibrahim berpesan kepada korban agar pada pukul 22:30 Wita, korban segera datang kembali ke kamar miliknya. Saat itu, ia berpesan agar korban tidak menggunakan pakaian dalam.

Pada kejadian pertama ini, korban sempat diancam. Di mana, jika korban tidak melayaninya, maka korban bersama orangtua bisa mati, dan bisa mengalami orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Singkatnya, kasusnya terungkap ketika wali kelas merasa curiga terhadap korban. Kemudian korban pun berani terbuka dengan guru walinya tersebut.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement