JAYANEGARA, Raja Majapahit yang mendapat julukan buruk. Hal itu dikarenakan ketika sang raja bertahta karena tabiat buruknya telah muncul sebelum ia menjabat sebagai penguasa.
Jayanagara memang terkenal dengan sebagai pemimpin dengan tabiat buruk. Sebagai pemimpin yang oportunis dan kerap sewenang-wenang, Jayanagara kerap kali tak bisa mendengarkan pendapat pejabat istana, apalagi para rakyatnya. Tak ayal julukan dan sindiran bernada negatif bermunculan ketika ia memimpin di Majapahit menggantikan ayahnya Raden Wijaya.
Nama Kala Gamet itu disematkan kepada raja kedua Majapahit. Sebutan ini Jayanagara sebenarnya hanya dikenal dalam Kakawin Pararaton dan Kidung Rangga Lawe, tapi bukan dalam piagam dan Kakawin Negarakretagama, dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan : Sejarah Kerajaan Majapahit".
Pada Nagarakretagama hanya dikenal namanya, Jayanagara, dan nama itu terang bukan nama abiseka, namun memang nama kecil dari tokoh yang bersangkutan. Dalam piagam Kudadu yang dikeluarkan pada tahun Saka 1216 atau tahun Masehi 1294, telah disebut nama sri Jayanagara. Pada waktu itu, tokoh tersebut baru berumur satu atau dua tahun.
Jadi, nama Jayanagara bukanlah nama abiseka. Namun, Pararaton menyebutnya Kala Gemet yang berarti "penjahat lemah" atau "orang lemah yang jahat”. Tentu yang memberikan nama Kala Gemet pada Kidung Rangga Lawe yakni pengarangnya sendiri.
Nama Kala Gemet adalah nama sindiran kepada raja Jayanagara, yang memang kelakuannya kurang senonoh dan banyak menderita sakit. Apa yang diperbuat oleh tokoh-tokoh yang namanya disindir itu, biasanya diuraikan agak panjang lebar oleh pengarang Pararaton atau pengarang Kidung.
Uraiannya sering pula menyerupai dongengan. Lepas dari segala dongengan, terlepas itu memang perlu telaah lebih detail kata Muljana untuk mencari kiranya yang mempunyai sebuah nilai sejarah. Memang, harus diakui bahwa penulisan sejarah di Jawa pada permulaan abad belasan agak berbeda dengan penulisan sejarah di Yunani, Roma, dan Eropa pada umumnya.
Agaknya memang membandingkan sebutan Kala Gamet dengan sebutan Mahapati yang muncul dalam Pararaton dan Kidung Sorandaka, memunculkan pertanyaan kembali. Apakah sebutan Mahapati di dalam Pararaton dan Kidung Sorandaka adalah julukan atau sindiran jelek ke seseorang di masa itu. Namun apakah itu juga mengarah ke seorang pejabat istana atau bahkan raja layaknya Jayanagara yang mendapat julukan Kala Gamet, ini yang masih menjadi misteri.
(Awaludin)