ORGANISASI Papua Merdeka (OPM)/Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali melakukan aksi teror di Distrik Borme Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan.
Aksi kelompok teroris itu semakin menggila terhadap masyarakat sipil, sehingga pemerintah mengerahkan pasukan elite TNI untuk kembali mempertebal keamanan di wilayah Papua. Berikut sejumlah faktanya:
1. Kerahkan Pasukan Elite Baret Jingga
Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU mengirimkan pasukan pengganti untuk bertugas menjaga perbatasan di wilayah Papua.
“Untuk satgas pengamanan perbatasan (Pamtas), memang baru dirolling, setahun dua bulan, ini juga dari jajaran Wing 1, dari batalyon 467, 461, Denmatra 1 maupun Denhanud," ujar Komandan Wing Komando I, Kopasgat Kolonel Pas Helmi A. Nange, dikutip, Rabu (8/5/2024).
Dikatakannya, pasukan elite Baret Jingga ini akan memperkuat pertahanan perbatasan di Papua sekaligus mengantisipasi serangan dari Kelompok Kriminal (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).
2. 400 Personel Dikerahkan
Komandan Wing Komando I, Kopasgat Kolonel Pas Helmi A. Nange mengatakan, pihaknya sudah mengirim 400 pasukan untuk bertugas di sana. Namun sebelum bertugas di Papua, ke-400 personelnya itu terlebih dahulu menjalani pelatihan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus, Batujajar, Bandung.
Masih kata Helmi, 400 personel Kopasgat, akan ditugaskan di 13 sampai 15 pos yang telah ditetapkan. Tidak hanya itu, personelnya juga akan menjaga seluruh bandara yang ada di kawasan rawan serangan teroris OPM.
Kendati demikian, Helmi tidak menjelaskan dengan rinci berapa bandara yang akan jadi fokus penjagaan pasukannya.
“Kita yakin penjagaan wilayah perbatasan kawasan Papua akan semakin menguat,” tutup Kolonel Helmi Nange.
3. OPM Serang Jemaat Gereja dan Sekolah
Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024 AKBP Bayu Suseno mengungkapkan kronologi peristiwa tersebut. Kelompok teroris itu merampas barang elektronik milik umat yang sedang melaksanakan ibadah pada Minggu 5 Mei 2024.
"Ketika jemaat sedang beribadah Minggu, datang empat orang OPM membawa satu pucuk senjata api dan mengancam serta merampas barang elektronik," ujar Bayu dalam keterangannya dikutip.
Dikatakan Bayu, barang yang dirampas oleh OPM yaitu sebuah telepon genggam miliki jemaat atas nama David Korwa yang bertugas sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Borme.
"OPM juga merampas telepon genggam milik Ferdian Rumansara seorang tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Borme," ujarnya.
Dia menjelaskan tidak hanya di situ, OPM yang berulah ini juga merampas satu unit laptop milik Kepala Puskesmas Borme atas nama Andi Wisal.
"Setelah merampas barang elektronik jemaat yang sedang beribadah, OPM menuju ke kompleks sekolah yang membuat guru-guru ketakutan serta melarikan diri ke hutan untuk bersembunyi," ungkapnya.
4. Anggota Bawaslu Disandera Teroris OPM dan Dirampok Rp175 Juta
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Intan Jaya, Otniel Tipagau mengaku sempat disandera oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM)/Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di saat hari pemungutan suara Pemilu 2024 yakni pada 14 Februari 2024.
Hal itu diungkapkan oleh Otniel saat memberi keterangan di sidang permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) nomor perkara 02-03-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dilayangkan oleh Demianus Mazau, Caleg DPRD Kabupaten Intan Jaya dari PDIP, di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (6/5/2024).
"Waktu itu memang terjadi penyanderaan pesawat. Kemudian waktu itu kita mediasi dengan pihak PPD (Panitia Pemilihan Distrik)," ucap Otniel.
Namun, kata Otniel, mediasi berjalan alot. Alhasil, ia berkata, mediasi tak menemukan titik terang hingga hari pemungutan suara yakni pada tanggal 14 Februari 2024.
"Saya juga waktu itu karena gak bisa, saya mau ke distrik ibu kota tapi saya waktu itu juga ditangkap OPM di situ. Akhirnya kami mengeluarkan rekomendasi (penundaan pemungutan suara)," tuturnya.
Mendengar itu, Arief pun menanyakan penyebab Otniel bisa dilepaskan. Otniel pun langsung mengaku bahwa pihaknya memberi sejumlah uang kepada para penyandera.
"Waktu ditangkap tidak dianiaya?" tanya Arief.
"Tidak karena mereka hanya meminta uang," ucap Otniel.
"Berapa uang yang diminta?" tanya Arief kembali.
"Yang pertama kami sudah kasih Rp150 juta, kemudian yang kami kasih sekitar Rp25 juta," jawab Otniel.
(Awaludin)