Tepat pada 12 Mei 1998, para mahasiswa menggelar aksi besar-besaran yang berpusat di Gedung DPR RI. Salah satu yang berencana turut dalam aksi tersebut yakni para mahasiswa Universitas Trisakti. Namun demikian, rencana mahasiswa Trisakti bergabung ke Gedung DPR RI diblokade oleh Polri dan TNI.
Mahasiswa Trisakti yang semula menggelar aksi damai di Kampus dan berencana menuju ke Gedung DPR akhirnya terhambat hingga sore hari. Para mahasiswa Trisakti lantas bertahan dan bernegosiasi dengan aparat Polri dan TNI untuk bisa bergabung ke Gedung DPR.
Mahasiswa gagal untuk menembus blokade Polri dan TNI. Mereka memilih untuk mundur ke kampus. Situasi tiba-tiba memanas. Suara tembakan mulai terdengar. Aparat dilaporkan menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa berlari menyelamatkan diri ke dalam Kampus Trisakti.
Aparat dilaporkan masih terus melakukan serangkaian penembakan ke arah mahasiswa di dalam Kampus Trisakti. Tak hanya penembakan, aksi pemukulan, pengeroyokan, hingga pelecehan seksual dilaporkan juga turut dialami oleh para mahasiswa-mahasiswi Trisakti.
Sesaat itu juga, korban mulai berjatuhan. Tak sedikit korban yang tergeletak di jalan dekat Kampus Trisakti. Sebagian korban kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras. Hingga pukul 20.00 WIB, dipastikan empat tewas tertembak. Sedangkan satu lainnya kritis.
Aparat keamanan berdalih tidak menggunakan peluru tajam saat itu. Namun, hasil autopsi menunjukkan bahwa kematian empat mahasiswa tersebut disebabkan peluru tajam. Hasil sementara, diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.
Setelah mendapat laporan adanya korban jiwa, sejumlah petinggi aparat keamanan langsung menggelar jumpa pers sekira pukul 01.30 WIB di Mapolda Metro Jaya.
Jumpa pers tersebut dihadiri Pangdam Jaya, Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin; Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata; Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo; dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
(Fakhrizal Fakhri )