Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Pemberian Konsensi Tambang Batubara dari Pemerintah

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis-Selasa, 04 Juni 2024 |16:14 WIB
   Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Pemberian Konsensi Tambang Batubara dari Pemerintah
Din Syamsuddin (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

 

JAKARTA - Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu M. Din Syamsuddin mengomentari soal wacana pemerintah memberikan konsensi tambang batubara kepada Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

"Dengan husnuzon pemberian konsesi tambang batubara untuk Ormas Keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka," ujarnya, Selasa (6/4/2024).

"Namun, hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan utk mengambil hati. Maka, suuzon tak terhindarkan," imbuhnya.

Sebagai warga Muhammadiyah, Din mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Jokowi terhadap izin tambang itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya. "Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa (problem maker), bukan bagian dari masalah (a part of the problem)," tutur dia.

Din Syamsuddin menceritakan sewaktu dirinya diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban, yang sempat ditolaknya dua kali. Saat itu, lanjut Din, dirinya mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggulangi ketakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60% dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.

"Tapi, Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. Juga, agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha Muslim menjadi setara dengan taipan," ujarnya.

"Hal demikian perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia (itulah salah satu alasan mengapa saya mundur dari jabatan tersebut)," tambahnya.

Dia pun mempertanyakan maksud pemerintah yang kini tiba-tiba memberikan konsensi tambang batubara ke PBNU, lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. "Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah," jelasnya.

Menurut dia, pemberian konsesi tambang batubara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu, dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yg dimiliki oleh kelompok tertentu.

"Luas diketahui satu perusahaan, seperti Sinarmas menguasai lahan (walau bukan semuanya batubara) seluas sekitar 5 juta hektar. Bahkan, Dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber Daya Alam Indonesia sungguh 'dijarah secara serakah' oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat," tegasnya.

Kemudian pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Din pun mengungkapkan diminta mewakili Islam meletakkan petisi kepada Sekjen PBB agar pada 2050 tidak ada lagi energi fosil).

"Maka, besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara (sila bandingkan dengan lahan yg dikuasai oleh para pengusaha)," kata dia.

Selain itu, pemberian tambang "secara cuma-cuma" kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan. Menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem IUP dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yg dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.

Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi dan tidak menjamin bahwa perolehan negara/APBN harus lebih besar dari Keuntungan bersih penambang. Selain sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalah gunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Dirjen dlm mengeluarkan IUP untuk menjadikan wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi.

"Jika Ormas Keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," ujarnya.

Kata Din, pemberian konsesi tambang batubara kepada organisasi masyarakat dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat Pemilu/Pilpres akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketakadilan, dan di baliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan. Harapannya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata.

"Yang perlu dilakukan pemerintah adalah aksi afirmatif, yakni dengan menyilakan penguasaha besar maju, tapi rakyat kebanyakan diberdayakan (bukan diperdayakan)," tegas mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement