JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan potensi bahaya fenomena meningkatnya suhu pada wilayah perkotaan yang dikenal sebagai Urban Heat Island (UHI). Urban Heat Island sendiri merupakan fenomena alam berupa tingginya temperatur daerah perkotaan dibandingkan pedesaan.
“UHI ini harus kita mitigasi bersama. Perlu kesadaran dan aksi nyata untuk menghadapi UHI ini,” ungkap Dwikorita pada Workshop Urban Heat Island 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Jumat (28/6/2024).
Dwikorita menerangkan, peningkatan suhu yang terkait dengan fenomena UHI perkotaan bervariasi tergantung pada tutupan lahan. Fenomena ini, kata dia, dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya struktur geometris kota yang rumit, sedikitnya vegetasi, hingga efek rumah kaca. Selain itu, perubahan tutupan lahan yang menjadi lahan terbangun juga memperparah terjadinya UHI.
Dwikorita menyebut dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, efek UHI relatif cukup kuat dirasakan. Sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Medan, Surabaya, Makassar, dan Bandung, lanjut dia, termasuk dalam 20% kota dengan nilai Land Surface Temperature (LST) terbesar. Menurutnya, permukaan yang kedap air dan lebih sedikit vegetasi menambah efek dari UHI tersebut.
Lebih lanjut, Dwikorita menerangkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman pra industri. Angka ini, kata Dwikorita, nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius.