Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengulik Tradisi Sakral Cuci Keris Pusaka di Malam 1 Suro

Tim Okezone , Jurnalis-Senin, 01 Juli 2024 |12:59 WIB
Mengulik Tradisi Sakral Cuci Keris Pusaka di Malam 1 Suro
Ilustrasi (Okezone)
A
A
A

Dia menerangkan, asal mula memperoleh keris tersebut saat khalwat di makam Raden Kusumo Meloyo, ayah pangeran Trunojoyo. Saat itu, dirinya bermimpi sedang dikejar-kejar banyak orang sehingga merasa bingung dan ketakutan. Akhirnya, dia bersembunyi di sebuah makam yang ada di kecamatan Kamal dan diberi sebuah pusaka keris. Keesokan harinya, ada seseorang yang datang ke rumahnya mengantarkan sebuah keris berdapur singobarong tersebut.

“Saat diantarkan ke rumah, langsung datang juga orang lain mencari keris tersebut dan ingin memaharkan keris itu dengan angka yang besar. Tetapi tidak saya berikan. Orangnya sekarang masih ada. Banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan di sini,” ungkap pria asal Bangkalan ini.‎

Tak hanya itu, keris dapur nogorojo yang dimiliki merupakan peninggalan kerajaan mataram yang merupakan warisan dari sesepuhnya. S‎elain keris, jenis tombak keraton Bangkalan berdapur Panggang lele dan Arosbaya juga dimiliki olehnya. Sebagian besar merupakan warisan, hanya beberapa saja yang merupakan pemberian orang lain.‎

Pria yang sering menyepi tersebut menceritakan, asal mula kegemarannya terhadap pusaka lantaran banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dengan indera manusiawi. Seperti salah satu pusaka yang jika memegangnya tidak bisa ditusuk dengan jarum dan kulit tahan terhadap air keras.‎

“Karena sang pencipta itu maha gaib, maka hanya bisa dirasakan dengan kegaiban hati. Kalau benda pusaka itu salah satu ciptaan empu yang unik. Yang lebih unik itu empunya. Dan yang membuat seorang empu adalah sang pencipta. Di situ saya mulai merasakan filosofi keterkaitannya, antara sang pencipta, empu dan keris,” ceritanya.

Secara eksoteris, keris harus tetap dilestarikan dan dibudayakan. Sebab, Unesco telah mengakui keris sebagai warisan budaya dunia. Makanya, banyak saat ini keris kamardikan dibuat oleh empu-empu muda. Itu sebagai bentuk pelestarian budaya asli Indonesia.

“Keris kamardikan dibuat setelah masa penjajahan. Di Madura desa Aeng Tong-tong Sumenep memproduksi keris-keris tersebut. Penjualannya sampai ke luar negeri. Kalau keris sepuh di atas itu, jangan sampai dijual ke luar negeri karena mengandung nilai sejarah yang tak ternilai. Itu warisan asli,” tandas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai wartawan tersebut.

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement