MEDAN - Aksi pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu, di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, resmi dilaporkan sebagai kasus pembunuhan.
Langkah itu dilakukan setelah anak dari Sempurna Pasaribu berinisial EP, membuat laporan resmi ke Polda Sumatra Utara pada Senin (8/7/2024) siang tadi.
Ia membuat laporan ke Polda Sumut dengan didampingi oleh Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatra Utara dan Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.
EP membuat laporan karena meyakini kebakaran yang menewaskan ayah dan tiga anggota keluarganya itu, tidaklah wajar. Ada unsur perencanaan pembunuhan seperti yang diatur di dalam Pasal 338 KUHPidana Juncto 187 KUHPidana dalam aksi pembakaran rumah itu.
“Kami melaporkan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Rico Sempurna Pasaribu,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Sahputra sebagai kuasa hukum EP di Mapolda Sumut, Senin (8/7/2024).
Dugaan pembunuhan berencana yang disampaikan bukan tanpa alasan. Dalam investigasinya, KKJ menemukan rentetan fakta sebelum kebakaran itu terjadi.
Fakta-fakta yang ditemukan berdasarkan hasil investigasi bersama KKJ Sumut, antara lain; sebelum kebakaran terjadi, Rico Sempurna memberitakan terkait perjudian yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting, Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut.
Berita berjudul 'Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125 Sim'bisa' itu diunggah ke laman Tribrata TV pada 22 Juni 2024.
Dalam artikelnya, Rico menyinggung nama prajurit TNI berinisial HB. Setelah menerbitkan artikel itu, HB tidak pulang ke rumahnya. Dia diduga mengamankan diri bersama beberapa rekannya.
“Setelah pemberitaan itu, korban Rico Sempurna diduga mendapat ancaman,” kata Irvan.
HB juga sempat menghubungi kantor media tempat Rico Sempurna bekerja. Dia diduga meminta pemberitaan soal perjudian itu dihapuskan. Namun tidak ada kesepakatan untuk menghapus pemberitaan itu.
Selama ini, Rico diduga mendapatkan ‘jatah’ uang dari operasional perjudian itu. Dia juga sering berkomunikasi dengan HB.
Pada 23 Juni 2024, Rico bersama beberapa rekannya sempat menemui HB. Dia diduga hendak meminta uang kepada HB. Namun, Rico tidak mendapatkan uang itu. Kemudiam pada 24 Juni 2024, Rico sempat bilang kepada temannya hendak mengamankan diri bersama keluarganya ke Polda Sumut. Lantaran dia merasa tidak aman.
Pada 26 Juni 2024, Rico sempat menulis pemberitaan soal unjuk rasa menuntut Kapolres Karo dicopot karena maraknya perjudian, prostitusi dan narkoba. Dia kemudian menulis di laman facebooknya. Isinya menyinggung soal dugaan perjudian yang diduga didalangi oknum prajurit TNI.
“Ada info untuk operasional komando bebasnya lokasi perjudian depan asrama Batalyon tetap beroperasi….perjudian di depan asrama Batalyon tetap beroperasi….,” tulis Rico.
Pimpinan Tribrata TV sempat menanyakan kondisi Rico Sempurna. Saat itu Rico menyebut kondisinya dalam kondisi aman.
Dalam rentetan itu, rekan korban pun mendapat pesan dari ketua Ormas bahwa mereka sedang diikuti. Di dalam pesan itu, Rico dipesankan agar tidak pulang ke rumah.
Rico kemudian diantarkan oleh rekannya, A, pada Rabu (26/7/2024) sekitar pukul 23.35 WIB. Rumah Rico kemudian terbakar pada Kamis (27/6/2024) sekitar pukul 03.30 WIB. Rico dan tiga anggota keluarganya ditemukan hangus di dalam satu kamar.
Sehari-hari, Rico membuka warung di rumahnya yang terbuat dari kayu. Dia juga menjual BBM eceran dan gas elpiji. Penuturan EP (anak korban) sang ibu selalu mengamankan bensin eceran dan gas elpiji dengan cara menutupnya dengan kain basah.
“Ini sebuah kejanggalan. Logika sederhana, jika terjadi kebakaran, kenapa seolah tidak ada upaya menyelamatkan diri. Menjadi pertanyaan besar, kenapa jenazah ditemukan di dalam satu ruangan kamar yang sangat kecil. Ini harus diusut,” kata Irvan.
Setelah kejadian itu, sejumlah saksi diperiksa. Salah satunya EP (anak korban). LBH Medan menyoroti prosedur pemeriksaan yang dilakukan polisi. EP dipanggil polisi tanpa surat pemanggilan resmi. Dia hanya dikontak melalui WA.
Menurut LBH Medan ini merupakan pelanggaran prosedur. Dalam pemeriksaan itu, EP juga merasa diintimidasi. Pertanyaan polisi saat itu mengarahkan jawaban EP agar mengamini jika peristiwa yang menimpa keluarganya adalah kebakaran murni.
“Ini merupakan pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi. Sehingga kita membuat laporan kembali ke Polda Sumut, agar kembali diperiksa ulang EP sebagai salah satu saksi,” terang Irvan.
KKJ juga mendapatkan informasi bahwa salah satu saksi mendapat intimidasi. Polisi meminta ponsel dan menghapus pesan dari ketua Ormas yang memperingatkan RSP agar tidak pulang ke rumah.
“Tentu ini menjadi pertanyaan. Kenapa penyidik bisa diduga memaksa menghapus pesan itu,” kata Irvan.
Sementara itu, EP tetap meyakini ayahnya diduga dibunuh. Dia berharap kepolisian bisa mengusut tuntas kasus ini secara terang benderang.
“Saya berharap Polda Sumut bisa mengungkap kasus ini. Saya masih tidak percaya jika ini merupakan kebakaran murni,” kata EP.
Atas kejanggalan yang ada Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut mengecam dugaan pembakaran rumah hingga Rico Sampurna dan keluarganya meninggal dunia.
Untuk itu, KKJ mendesak Pihak Kepolisian mengusut tuntas kasus pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV di kabupaten Karo. Kemudian mendesak polisi menangkap pelaku serta otak dibalik pembakaran ini harus ditangkap dan diadili sampai ke pengadilan untuk mengungkap motif aksi pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV.
Mendesak Mabes TNI turut menyelidiki kasus pembakaran tersebut. Mengingat ada terduga anggotanya yang disebut-sebut dalam pemberitaan perjudian yang ditulis Rico Sempurna.
Tindakan Rico Sempurna yang diduga meminta jatah atau tips hasil perjudian bukanlah bagian dari kegiatan jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, bahkan sebaliknya tindakan tersebut adalah pelanggaran kode etik jurnalistik. Meskipun demikian, sanksi atas pelanggaran tersebut harus diputuskan melalui mekanisme di Dewan Pers.
Mendorong para jurnalis untuk menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan jurnalistik. Serta mengimbau kepada masyarakat yang merasa dirugikan akibat dari pemberitaan, untuk menggunakan mekanisme UU Pers yaitu Hak Jawab atau Sengketa Pers di Dewan Pers.
(Fakhrizal Fakhri )