Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tekan Fatherless, DPR Suarakan Pentingnya Perpanjangan Cuti Ayah untuk Dampingi Ibu Melahirkan

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Rabu, 24 Juli 2024 |07:12 WIB
Tekan <i>Fatherless</i>, DPR Suarakan Pentingnya Perpanjangan Cuti Ayah untuk Dampingi Ibu Melahirkan
Ilustrasi (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menyuarakan pentingnya peran ayah dalam mengasuh anak. Ia pun mengingatkan akan pentingnya cuti ayah untuk dampingi ibu melahirkan yang diatur di Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA).

Hal itu disuarakan Selly sekaligus memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2024. Ia berkata, peran ayah amqt krusial dalam mengasuh anak, khususnya pada 1.000 hari fase kehidupan. Pasalnya, fase itu tak bisa diulang dan merupakan masa kritis pertumbuhan anak.

“UU KIA mengatur agar ayah ikut berperan dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Karena ayah berperan penting dalam golden age anak, termasuk saat bayi baru lahir," terang Selly dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/7/2024).

“Perpanjangan cuti ayah ini bisa menjadi langkah krusial untuk memastikan hak tersebut dapat diakses secara merata oleh pekerja. Peran ayah sangatlah dibutuhkan baik untuk ibu maupun anak,” imbuhnya.

Selly mengatakan keterlibatan ayah yang lebih tinggi dalam pengasuhan anak dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik keluarga. Menurutnya, keterlibatan ayah dalam mengasuh anak dapat memberikan dukungan emosional yang signifikan kepada ibu dan anak.

“Kemudian juga untuk mengurangi risiko depresi pasca melahirkan pada ibu, dan memperkuat ikatan keluarga. Hal ini dapat berdampak positif pada perkembangan anak dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan, serta mengurangi beban sistem kesehatan dalam jangka panjang,” ucap Selly.

Selly pun menyoroti fenomena fatherless di Indonesia terbilang banyak. Fatherless sendiri merupakan fenomena ketidakhadiran peran ayah dalam perkembangan anak baik secara fisik maupun secara psikis.

Merujuk data UNICEF tahun 2021, kata Selly, sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran sosok ataupun peran ayah, baik karena perceraian, kematian, ataupun ayah bekerja jauh.

Atas dasar itu, Selly menegaskan pentingnya peran ayah karena anak yang tidak mendapatkan pengasuhan dan kehangatan dari sosok ayah akan mudah mengalami kecemasan, kompetensi sosial lemah, dan self esteem rendah.

“Belakangan ini kan Indonesia disebut sebagai negara kekurangan figure ayah atau Fatherless. Melalui aturan cuti ayah dalam UU KIA, kita berharap angka anak yang mengalami fatherless bisa berkurang,” kata Selly.

Kendati begitu, Selly menilai, pelaksanaan penambahan cuti bagi ayah untuk temani ibu lahir sedikit sulit terealisasi. Menurutnya, perpanjangan cuti itu dapat mempengaruhi produktivitas jangka pendek di perusahaan, terutama bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada tenaga kerja.

“Pengusaha mungkin khawatir bahwa cuti yang lebih panjang akan menambah beban biaya, baik dari segi gaji yang tetap harus dibayarkan maupun biaya untuk menutupi kekosongan tenaga kerja,” katanya.

Padahal, menurut Selly, cuti ayah dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tentunya hal tersebut berdampak positif terhadap produktivitas karyawan karena dapat mengurangi stres hingga meningkatnya loyalitas serta kinerja.

“Implementasi kebijakan ini memerlukan pendanaan yang cukup, termasuk untuk sistem administrasi yang memastikan hak cuti ayah dapat diakses oleh semua pekerja tanpa diskriminasi,” ucap Selly.

“Ini mungkin memerlukan alokasi anggaran tambahan dari Pemerintah atau skema pembiayaan baru, yang bisa berupa kontribusi dari pengusaha atau partisipasi dari sistem asuransi sosial,” imbuhnya.

Terlepas dari itu, Selly berkata, perpanjangan cuti ayah perlu dukungan politik yang kuat, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Pasalnya, ia menilai, kebijakan itu bisa timbulkan resistensi dari kelompok yang merasa dirugikan atau terancam oleh perubahan ini, terutama dari sektor bisnis.

“Oleh karena itu, diperlukan dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencapai konsensus dan solusi yang seimbang,” ujar Selly.

(Fakhrizal Fakhri )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement