BERBAGAI peristiwa di Jawa Barat, utamanya pesisir pantai utara (pantura) beserta para petarung republiknya di masa revolusi, hampir jarang terdengar. Padahal, para gerilyawan di pantura tak kalah keras dan alot dalam melakukan perlawanan terhadap agresor Belanda.
Salah satunya adalah Prada (Purn) Kaswinah. Kaswinah adalah anak buah MA Sentot salah satu perwira TNI Batalyon A Divisi IV (kini Kodam III) Siliwangi asli Indramayu yang disegani serdadu Belanda lantaran punya “Pasukan Setan”.
“Ya gimana enggak kenal baik sama Pak Sentot. Orang kita rumahnya dulu tetanggaan. Beliau juga yang ngajak saya ikut sama pasukannya,” tutur Kaswinah kala bertemu Okezone di rumahnya, pada 2017.
Kaswinah yang saat itu sudah menginjak usia 93 tahun nampak masih segar bugar. Meski tubuhnya tergolong kurus terbalut t-shirt bergambar salah satu Presiden dan Wakil Presiden, namun gairahnya masih terasa.
Kaswinah pun masih kuat mengisap tembakau kretek sambil bercerita kisah hidupnya dengan suara yang masih lantang. Hanya memang, untuk bertanya padanya harus sedikit meninggikan suara karena pendengarannya mulai sedikit berkurang karena umur.
“Naik sepeda juga masih kuat kalau sekarang mah. Seperti dulu aja ketika membantu Jepang jadi Keiho dari mulai 1944,” lanjut Kaswinah berkisah.
Membantu Jepang ternyata maksudnya jadi salah satu pemuda pribumi yang dipercaya polisi khusus Jepang alias Kempeitai. Kaswinah sebagai salah satu anak kepala desa setempat, dipercaya jadi Keibodan (Pembantu Polisi) alias Keiho seperti yang disebutkannya di atas.
“Tahun 1944 banyak teman-teman, kakak saja juga ikut Jepang jadi Kaigun (Heiho Angkatan Laut). Sementara saya yang di sini ikut disuruh bantu polisi Jepang, KMP (Kempeitai) jadi Keibodan untuk penunjuk jalan,” tambah tokoh LVRI dan Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Indramayu itu.
“Orang Jepangnya mah ada yang bisa bahasa kita (bahasa Indonesia). Kalau ada tugas apa-apa, saya disuruh jadi penunjuk jalan ikut mereka naik sepeda. Kalau upah, kadang-kadang aja seadanya mereka buat ngasih saya. Rata-rata kalau dikasih seringgit sama mereka,” sambung Kaswinah lagi.
Tapi kemudian Kaswinah memilih ikut MA Sentot yang membentuk Pemuda Pelopor. Kaswinah diajaknya ikut barisan pemuda itu, hingga mereka sama-sama menggabungkan diri dengan Divisi Siliwangi yang lahir 20 Mei 1946.
“Kata Pak Sentot: ‘Kamu jangan ikut Jepang. Jepang itu orang mana sih? Kamu ikut saya saja’. Enggak lama (setelah proklamasi), tahun 1946 bulan 5 tanggal 20, dibentuk Siliwangi. Di sini dibentuk Pasukan Setan yang awalnya anggotanya sekitar 360 orang,” ungkapnya.
“Disebut Pasukan Setan karena kalau dicari-cari sama Belanda, mereka enggak pernah bisa, kita selalu bisa menghilang dengan cepat. Selain itu juga karena kita punya bendera yang di tengah-tengahnya ada gambar tengkorak. Ada tulisannya PS juga, ‘Pasukan Setan’. Jadi bukan karena kita bisa menghilang (secara gaib),” terang Kaswinah.