DHAKA – Peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus ditunjuk sebagai pemimpin sementara Bangladesh. Yunus merupakan musuh politik lama Perdana Menteri (PM) Bangladesh yang digulingkan Sheikh Hasina. Penunjukan pria berusia 84 tahun itu sebagai penasihat utama pemerintahan sementara dilakukan sehari setelah Hasina kabur meninggalkan negara itu setelah berminggu-minggu terjadi kerusuhan yang mematikan.
Meski Prof Yunus dipuji karena kepeloporannya dalam penggunaan pinjaman mikro, namun Hasina menganggapnya sebagai musuh publik dan pengadilan setempat baru-baru ini menjatuhkan hukuman penjara kepadanya atas apa yang ia gambarkan sebagai kasus bermotif politik.
Mahasiswa yang memimpin protes mengatakan mereka tidak akan menerima pemerintahan yang dipimpin militer dan telah mendorong Prof Yunus untuk memimpin pemerintahan sementara.
Keputusan untuk menunjuk Prof Yunus sebagai penasihat utama diambil setelah pertemuan antara Presiden Mohammed Shahabuddin, para pemimpin militer, dan para pemimpin mahasiswa.
"Ketika para mahasiswa yang telah berkorban begitu banyak meminta saya untuk turun tangan di saat yang sulit ini, bagaimana saya bisa menolaknya?," kata Prof Yunus.
Seperti diketahui, protes tersebut dimulai pada awal Juli dengan tuntutan damai dari para mahasiswa untuk menghapus kuota dalam pekerjaan pegawai negeri, tetapi membesar menjadi gerakan antipemerintah yang lebih luas.
Secara keseluruhan, lebih dari 400 orang diyakini tewas dalam bentrokan antara pasukan pemerintah dan pengunjuk rasa.
Pada Senin (5/8/2024) saja, lebih dari 100 orang tewas dalam bentrokan kekerasan di seluruh negeri, menjadikannya hari paling mematikan sejak protes dimulai bulan lalu. Ratusan kantor polisi juga dibakar.
Saat pengunjuk rasa menyerbu dan menjarah kediaman resmi perdana menteri, Hasina melarikan diri dari negara tetangga India, mengakhiri kekuasaannya selama hampir 15 tahun.
Tokoh-tokoh oposisi terkemuka yang dipenjara di bawah pemerintahannya, termasuk mantan PM Khaleda Zia dan aktivis Ahmad Bin Quasem, telah dibebaskan.
Zia memimpin Partai Nasionalis Bangladesh, yang memboikot pemilu pada tahun 2014 dan sekali lagi pada tahun 2024, pernah mengatakan bahwa pemilu yang bebas dan adil tidak mungkin terjadi di bawah kepemimpinan Hasina.
Wanita berusia 78 tahun itu menjabat sebagai PM Bangladesh dari tahun 1991 hingga 1996, tetapi dipenjara pada tahun 2018 karena korupsi, meskipun ia mengklaim tuduhan tersebut bermotif politik.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa Quasem dibawa pergi oleh pasukan keamanan pada tahun 2016, hanya satu dari ratusan kasus penghilangan paksa di negara tersebut di bawah pemerintahan Hasina.
(Susi Susanti)