IRAN – Di kota Jeddah, Arab Saudi, pada Rabu (7/8/2024), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), sebuah kelompok yang beranggotakan 57 negara, mengadakan pertemuan darurat atas permintaan Iran. Pertemuan ini antara lain membahas pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada minggu lalu.
Pertemuan tersebut merupakan kesempatan bagi Iran untuk memaparkan alasan pembalasan yang diharapkan. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei diketahui telah bersumpah untuk memberikan hukuman keras atas pembunuhan tersebut.
Baik Iran maupun Hamas mengatakan pembunuhan pada tanggal 31 Juli itu dilakukan oleh Israel, yang belum berkomentar tetapi secara luas diyakini berada di baliknya.
Baqeri Ali Bagheri Kani, penjabat menteri luar negeri Iran, mengatakan negaranya tidak punya pilihan selain merespons dan serangan itu akan terjadi pada waktu dan dalam bentuk yang tepat.
Kani juga menggambarkan kemungkinan reaksi Iran sebagai bukan hanya pembelaan terhadap kedaulatan dan keamanan nasionalnya sendiri tetapi juga pembelaan terhadap stabilitas dan keamanan seluruh kawasan.
Seperti diketahui, Haniyeh tewas di wisma tamu yang dijaga ketat yang dikelola oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), pasukan militer elit Iran, saat ia mengunjungi Teheran untuk pelantikan Presiden baru negara itu Masoud Pezeshkian. Ini menjadi sebuah pelanggaran keamanan Iran yang memalukan.
Sejak saat itu, setiap tanda, pidato, atau pernyataan dari Iran telah diawasi dengan ketat untuk indikasi bagaimana dan kapan ia akan menanggapi, di tengah kekhawatiran bahwa pembalasan tersebut dapat menyebabkan konflik yang lebih luas dengan Israel.
Namun Kani tidak memberikan petunjuk apa pun dan, dengan intelijen yang tampaknya terbatas dari Barat, masih belum jelas apa yang akan direncanakan Iran. Pada bulan April, sebuah serangan terhadap kompleks diplomatik Iran di ibu kota Suriah, Damaskus, menewaskan delapan perwira IRGC.