Aksi demonstrasi ini menjadi sinyal bahaya bagi stabilitas politik jangka pendek dan panjang, karena aksi-aksi yang tidak terstruktur ini bisa saja berkembang menjadi gelombang protes yang lebih besar dan tidak terduga. Kekhawatiran ini diperkuat oleh fakta bahwa sebagian besar demonstran tampak tidak puas hanya dengan penolakan revisi UU Pilkada.
Mereka tampaknya mencari lebih dari sekadar penolakan ini —mereka menginginkan perubahan nyata dalam cara politik dijalankan di negara ini, termasuk penghapusan apa yang mereka lihat sebagai dinasti politik yang mengakar. Oleh karena itu, jika kegelisahan ini tidak segera direspons dengan kebijakan yang lebih konkret dan dialog yang lebih terbuka dengan masyarakat, maka situasi bisa semakin memburuk.
Perlunya Antisipasi Gerakan oleh Pemikir Bangsa: Menggerakkan Elit Bangsa untuk Mengkritik DPR dan Dinasti Jokowi
Dalam menghadapi situasi ini, sangat penting bagi elemen keagamaan dan kebangsaan, khususnya melalui organisasi-organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya untuk segera mengambil sikap yang jelas dan kritis terhadap DPR serta dinasti Jokowi.
Ketidakpuasan yang semakin meluas di kalangan masyarakat harus direspons dengan tegas oleh para moral guardian bangsa, sebelum gerakan massa ini sepenuhnya dikuasai oleh kelompok-kelompok liberalis dan independent yang mungkin memiliki agenda berbeda dengan kepentingan para moral guardian bangsa. Saat ini, NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya memegang peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan politik dan sosial di Indonesia. Kedua organisasi ini memiliki jaringan yang luas dan pengaruh yang mendalam di kalangan elemen bangsa, sehingga suara mereka dapat menjadi penentu arah gerakan masyarakat.
Namun, jika elite bangsa tidak segera bertindak, ada risiko besar bahwa kekuatan politik lain akan "menang banyak" dengan memanfaatkan kegelisahan masyarakat untuk kepentingan mereka sendiri. Ini akan menciptakan dinamika politik yang tidak sehat dan bisa merugikan umat dalam jangka panjang. Gerakan untuk mengkritik DPR dan dinasti politik harus dibingkai dalam kerangka yang konstruktif dan berbasis pada nilai-nilai keadilan, demokrasi, dan kepentingan bersama.
"NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya harus menjadi motor penggerak dalam mendesak adanya reformasi politik yang lebih mendalam, yang tidak hanya berhenti pada penolakan revisi UU Pilkada tetapi juga mencakup langkah-langkah nyata untuk mengurangi pengaruh dinasti politik dalam pemerintahan," katanya.