JAKARTA - Tokoh bangsa dan penjaga moralitas bangsa menyampikan tiga kesimpulannya usai menelaah gerakan massa penolakan RUU Pilkada 2024 di berbagai daerah. Kesimpulan itu buah pemikiran dari Didin S Damanhuri, Muhamad Said Didu, Hasan, Abdul Malik, dan Achmad Nur Hidayat.
"Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa meskipun DPR telah memutuskan untuk menolak revisi UU Pilkada yang sempat menjadi isu panas, gerakan massa yang menentang revisi tersebut tidak juga mereda," demikian keterangannya, Minggu (25/8/2024).
Bahkan, terdapat indikasi bahwa kegelisahan di kalangan masyarakat semakin menguat. Pada Jumat 23 Agustus 2024 malam, terpantau adanya sejumlah gerakan demonstrasi yang terlihat cukup aneh dan tidak terstruktur.
Lalu pada Sabtu sore (24/08), komponen Civitas Akademika ITB berkumpul di lapangan merah gedung CAD-FSRD ITB menyurakan selamatkan bangsa, di Malang Ketua DPRD meneriakan revolusi untuk pergantian kepemimpinan. Meski begitu, antusiasme massa dalam mengikuti aksi-aksi tersebut tampak tinggi, yang menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap DPR dan dinasti politik yang terkait, termasuk dinasti Jokowi, masih sangat besar.
"Fenomena ini mencerminkan bahwa penolakan DPR atas revisi UU Pilkada tidak cukup untuk meredam kekecewaan publik. Ada kemungkinan besar bahwa keputusan tersebut dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai langkah yang sudah terlambat atau bahkan sebagai upaya yang tidak tulus," ujarnya.
Masyarakat tampaknya telah kehilangan kepercayaan pada DPR, menganggap lembaga ini sebagai bagian dari masalah dan bukan sebagai solusi. Bahkan, ada sentimen bahwa DPR hanya tunduk pada tekanan publik setelah menyadari potensi besarnya reaksi negatif, dan bukan karena komitmen untuk mendukung demokrasi.
Selain itu, gerakan-gerakan yang muncul belakangan ini menunjukkan pola yang unik. Aksi-aksi yang digelar tampaknya tidak memiliki pemimpin atau agenda yang jelas, namun tetap mampu menggalang dukungan luas. Ini menandakan adanya pergeseran dalam cara masyarakat mengekspresikan ketidakpuasan mereka; gerakan massa sekarang lebih organik, spontan, dan mungkin lebih sulit untuk dikendalikan atau diarahkan oleh elit politik.