NATUNA - Natuna, salah satu pulau terluar di Indonesia. Berbatasan dengan berbagai negara tetangga, mulai dari Malaysia, Kamboja, hingga Singapura. Natuna memang bukan pulau wisata, bukan juga tempat yang cocok untuk investasi para pengusaha. Letaknya yang berada di bagian terluar Indonesia, Natuna lebih pantas disebut sebagai pintu gerbang Asia Tenggara.
Tak sedikit dapat dijumpai kapal-kapal dari negara tetangga ketika memasuki perairan Natuna. Terkadang, mereka suka seenaknya mengambil ikan disana. Nelayan Natuna banyak yang tak suka. Mereka sudah seringkali protes ke negara. Berharap negara bisa lebih tegas menyikapinya. Sebab, hasil tangkapan nelayan Natuna tak sebanding dengan operasional.
"Sebenarnya, jadi nelayan di Natuna itu enak, ndak enaklah. Ndak enaknya itu kita ndak kaya dulu lagi, cari ikan sekarang sudah jauh berkurang, mungkin berpengaruh juga dengan kapal-kapal luar tuh," ujar salah satu Nelayan Natuna, Ramli (37) ditemui di Pelabuhan Teluk Baruk, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu, 28 Agustus 2024.
Peruntungan para nelayan di Natuna kian hari makin tipis. Hasil tangkapan tak sebanyak di era Susi Pudjiastuti menjabat menteri. Terkadang, untuk bisa dapat hasil yang memuaskan, para nelayan Natuna harus melaut sampai seminggu lamanya. Padahal, dulu hanya butuh waktu beberapa hari saja.
"Dulu kita pergi cari ikan, 200 sampai 400 kilo itu cuma dua hari aja di laut, kalau sekarang ini mencari 200 sampai 300 kilo itu terkadang sampai satu minggu. Memang jauh berkurang hasil tangkapan. Semenjak sama Bu Susi dulu memang enak, aman," ungkap Ramli.
"Harapan kami sih supaya laut lebih aman, jadi kapal-kapal luar tuh supaya enggak ada lagi lah di wilayah kita," pintanya menambahkan.
Berbagai upaya dilakukan para penjaga perbatasan negara di Natuna. Salah satunya, peran sentral dari petugas Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas II Ranai, Natuna. Imigrasi merupakan salah satu garda terdepan untuk mencegah orang asing ilegal masuk ke Indonesia. Apalagi, kalau sampai mencuri segala kekayaan alam di Natuna, ikan salah satunya.
Salah satu upaya Imigrasi untuk menjaga perbatasan Natuna yakni dengan _clearance_. _Clearence_ merupakan pemeriksaan perizinan orang-orang di kapal asing yang masuk ke Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Kanim Kelas II Ranai melakukan _clearence_ di kapal pengangkut ikan MV. Cheung Kam Wah & Cheng Wai Hing. Pantauan di lokasi, kapal asal Hong Kong tersebut masuk ke perairan Pulau Sedanau yang letaknya masih di wilayah laut Natuna, Kepulauan Riau.
Sebanyak enam Awak Buah Kapal (ABK) asal Hong Kong tersebut diperiksa izinnya. Hasilnya, mereka tak melakukan pelanggaran. Kapal asing yang mengangkut enam ABK tersebut lolos izin. Secara administratif, para ABK memiliki izin yang lengkap. Tujuannya berada di perairan Pulau Sedanau, hanya sebagai pengepul ikan.
"Kapal MV Cheng Kam Wah & Cheng Wai Hing asal Hongkong ini membawa enam ABK masuk ke perairan Indonesia secara legal. Pemeriksaan ini kami lakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan keimigrasian dan menjaga keamanan laut Indonesia," ucap Kasi Teknologi Informasi Keimigrasian Kanim Ranai, Tito Teguh Raharjo ditemui di lokasi, Rabu, 28 Agustus 2024.
Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas Imigrasi Ranai, kapal tersebut hanya mengambil ikan dari para nelayan lokal yang nantinya akan dijual kembali di Hong Kong. Sosialisasi terus dilakukan petugas Imigrasi untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Petugas mengimbau agar tidak ada orang asing yang boleh mengambil ikan secara ilegal, kecuali membeli dari para nelayan lokal.
“Ini kapal legal. Kapal ini difungsikan untuk pengepul dan sebagai logistik," kata Tito memastikan.
Bukan hanya pemeriksaan perizinan, para penjaga perbatasan di Natuna juga seringkali melakukan operasi gabungan. Mereka tergabung dalam Timpora (Tim Pengawasan Orang Asing). Bahkan, petugas Imigrasi sempat menemui pelanggaran perizinan orang asing di wilayah Natuna. Atas kewenangannya, Imigrasi memulangkan warga asing tersebut ke negaranya.
"Kita kemarin melaksanakan pemulangan orang asing yang menyalahgunakan izin tinggal. Setelah kami dari pihak Inteldakim melaksanakan pengawasan, dan ternyata bersalah, kita kenakan tindakan keimigrasian berupa deportasi," beber Tito.
Untuk diketahui, penduduk di kepulauan paling utara Selat Karimata ini berkisar 80 ribu jiwa. Mayoritas profesinya sebagai nelayan. Tapi, banyak juga pendatang yang merupakan para penjaga perbatasan negara.
Para penjaga batas harus benar-benar menjalankan tugas. Kedaulatan Indonesia menjadi harga mati yang tidak bisa ditoleransi bagi para penjaga batas negara. Apalagi, Natuna yang merupakan salah satu pulau terluar Indonesia.
(Awaludin)