Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hakim Yustisial Pengadilan Tinggi Medan Dipecat karena Melanggar Etik

Irfan Ma'ruf , Jurnalis-Kamis, 05 September 2024 |09:40 WIB
Hakim Yustisial Pengadilan Tinggi Medan Dipecat karena Melanggar Etik
Ilustrasi (Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada hakim yustisial pada Pengadilan Tinggi (PT) Medan berinisial AGRG. Hasil sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) itu diputuskan bahwa AGRG terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. 

Hakim Agung Nurul Elmiyah bertindak sebagai ketua Sidang MKH di Gedung MA, Jakarta, pada Rabu 4 September 2024. MKH menyatakan bahwa AGRG terbukti melanggar disiplin hakim karena tidak masuk selama 70 hari tanpa keterangan yang sah. 

"Menjatuhkan sanksi disiplin kepada terlapor dengan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian tetap seperti dimaksud Pasal 19 ayat 4 huruf d Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau KEPPH," ujar Nurul. 

Dalam sidang MKH atas usulan MA ini, hakim terlapor AGRG terbukti melanggar KEPPH karena tidak masuk tanpa keterangan yang sah selama 70 hari kerja, pada periode 2 Juli 2021 hingga 4 Maret 2022. Bahkan, terlapor pernah selama tiga bulan berturut-turut tidak masuk kerja. 

"Padahal, AGRG telah menandatangani fakta untuk disiplin dalam bekerja, dan telah diperiksa hingga tiga kali untuk permasalahan yang sama," jelasnya. 

Mengutip fakta persidangan MKH, dalam pemeriksaan ketiga oleh tim PT Medan pada Januari dan Februari 2022, terlapor tidak hadir dan tanpa memberikan alasannya, sehingga diajukan ke MKH. 

"Dalam pembelaannya, terlapor mengaku keberatan dibawa ke MKH karena sudah diperiksa oleh dua Ketua PT Medan yang berbeda, dan terlapor menganggap sudah selesai permasalahannya. Selain itu, ketidakhadirannya tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan," jelasnya. 

Terlapor juga meluruskan bahwa menjadi hakim yustisial di PT Medan bukan karena kena sanksi, tapi karena alasan sering sakit, harus merawat ibu yang sakit-sakitan, dan pasca perceraian saat bertugas di Pengadilan Negeri Payakumbuh. Hal tersebut dibuktikan tunjangannya sebagai hakim tidak dipotong, sebagaimana hakim yustisial yang kena sanksi non palu.

"Terlapor juga harus merawat ibunya yang tinggal sendiri dan sakit-sakitan, meskipun mengakui bahwa tidak pernah melaporkan alasan tersebut ke Ketua PT Medan. Dalam proses pembelaan, terlapor mengajukan alat bukti surat dan saksi ibu kandung terlapor," katanya. 

Perwakilan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) memberikan pembelaan bahwa terlapor sudah pernah dijatuhi sanksi di tahun 2021 dan 2022 dengan peringatan tertulis. Sehingga dianggap kurang pas akumulasi pelanggaran 70 hari tersebut, karena sanksi peringatan 1 dan 2 sudah pernah dikenakan, sehingga harusnya mengurangi akumulasi jumlah ketidakhadiran yang diajukan ke MKH.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement