Bila merujuk pada ketentuan perundang-undangan, sejumlah pemangku kepentingan di sektor pertembakauan harus secara langsung ikut memberi masukan soal isi aturan. Kementerian/Lembaga yang menaungi berbagai sektor tersebut juga harus turut terlibat dalam membahas RPMK ini.
Dia mengatakan, pentingnya aspirasi pemangku kepentingan yang terkena dampak langsung dari peraturan untuk bisa membahasnya bersama, bukan sekadar hadir untuk memenuhi syarat perumusan aturan. Keterlibatan yang seimbang antara pemerintah sebagai pembuat regulasi, dengan pihak yang akan menjalankan regulasi, sangat dibutuhkan agar tidak membawa kerugian bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Senada, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengungkapkan, pihaknya tidak diajak serta dalam proses perumusan RPMK ini. Dia meminta Pemerintah untuk benar-benar mendengar dan mempertimbangkan masukan yang sudah dihimpun, termasuk untuk tidak mengabaikan suara-suara dari forum dengar pendapat yang sudah digelar.
“Mudah-mudahan tidak dilanjutkan. Ini harus dibahas sesuai dengan kondisi industri. Penduduk yang terdampak dengan tembakau, yaitu 6 juta lebih, loh,” ujar Benny.
Seperti diketahui, PP Kesehatan merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pengesahan kedua aturan tersebut juga sebelumnya menuai kontroversi karena dilakukan secara tiba-tiba dan tidak melibatkan pemangku kepentingan sehingga banyak pro-kontra yang muncul setelah disahkan.
(Fahmi Firdaus )