Di bawah sosok Sentot pulalah pasukannya berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Gerak Cepat ke-8 yang dipimpin Mayor H.F. Buschkens di Kroya, Bagelen Timur, pada awal Oktober 1828. Tetapi di sisi lain dinamika jalannya perang ini mulai tidak menguntungkan bagi Pangeran Diponegoro.
Pada Desember 1828, Sentot meminta agar diberi kuasa untuk memimpin seluruh kekuatan pasukan Diponegoro di medan tempur, sekaligus diizinkan untuk menarik pajak langsung, yang berarti mengabaikan patih. Hal ini akhirnya mengganggu batin sang pangeran, yang sadar bahwa perannya sebagai Ratu Adil, mestilah menjamin kebijakan pajak yang ringan, dan tersedianya sandang pangan murah.
Pangeran Diponegoro takut jangan - jangan rakyat kebanyakan bakal ditindas, jika Sentot yang terkenal suka hidup boros itu diizinkan memegang dalam satu tangan tanggung jawab militer dan pemerintahan. Pangeran lalu meminta pendapat para komandan yang lain, juga bertanya pada pamannya, Pangeran Ngabehi.
(Awaludin)