Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cuma Israel Bisa Serang Tiga Negara dalam Waktu Bersamaan Tanpa Sanksi Internasional

Maruf El Rumi , Jurnalis-Selasa, 01 Oktober 2024 |08:24 WIB
Cuma Israel Bisa Serang Tiga Negara dalam Waktu Bersamaan Tanpa Sanksi Internasional
Penadilan Internasional tidak bisa menghentikan aksi Israel.
A
A
A

BEIRUT - Israel semakin tanpa kendali. Dengan dalih menjaga keamanan dalam negeri, mereka kini melakukan serangan ke tiga negara berbeda; Palestina, Lebanon dan Suriah. Ini mirip kisah ketika mereka melakukan perang 6 hari, dengan Mesir, Suriah dan Jordan pada 1967. 

Peningkatan Invasi Israel di Gaza sudah dimulai setelah seragan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023 sampai sekarang.  Sampai, Senin (20/9), Kementerian Kesehatan Gaza mencatat bahwa jumlah korban tewas akibat serangan militer Israel ke Gaza menjadi 41.595 warga, dengan lebih dari 96.251 lainnya terluka.

Tekanan interasional tak membuat Israel menghentikan agresi dan invasi mereka ke Gaza dengan taktik ground battle. Perserikatan Bangsa Bangsa juga tidak bisa berbuat apa apa. “Pembantaian yang sedang berlangsung, genosida oleh Israel di Gaza adalah parodi keadilan dan sistem internasional,” kata Presiden Maladewa Mohamed Muizzu dikutip Al Jazeera. 

Belum selesai di Gaza, Israel membuat geger dengan serangkain aksi pengemboman mula dari pager, walkie-talkie sampai serangan udara yang menggunakan bom buatan Amerika Serikat. Dalam kasus bom pager, 12 orang dikabarkan meninggal dan ribuan lainnya mengalami luka ketika ribuan pager meledak di supermarket, jalanan, dan rumah-rumah di seluruh negeri.   

Sedangkan dalam bom walkie-talkie, jumlah korban lebih besar lagi yaitu 37 orang. Beberapa ledakan terjadi di pemakaman anggota Hizbullah yang meninggal pada hari sebelumnya karena bom pager. Belum puas, beberapa hari kemudian, tepatnya 23 September angkatan udara Israel membombardir Lebon Selatan dengan dalih  menargetkan lokasi yang disebut sebagai basis Hizbullah.

Serangan yang telah berlangsung hampir sepakan terebut disebut telah merenggut 100 nyawa dan ribuan luka luka, sedangkan satu juta lebih kehilangan tempat tinggal. Dalam daftar yang tewas adalah petinggi Hizbullah sepert Hassan Nasrallah. Selain itu, ada enam lainnya yang disebut ikut tewas dalam serangan udara Israel yang menggunakan bom seberat 900 kg termasuk bom buatan Amerika Serikat.   

Kematian Nasrallah disebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai “syarat penting” bagi Israel untuk mencapai tujuan perangnya. Dalam pernyataan publik pertamanya sejak pembunuhan itu, Netanyahu mengatakan pada hari Sabtu bahwa pembunuhan komandan tinggi Hizbullah lainnya tidaklah cukup dan dia  memutuskan Nasrallah juga perlu dibunuh. Dia menuding Nasrallah sebagai “arsitek” rencana untuk “memusnahkan” Israel. 

 

Setelah kematian Nasrallah, Israel melebarkan perang  dengan mengebom target-target Houthi di Yaman pada hari Minggu *(29/9). Israel mengatkan, serangan udara di pelabuhan Hodeidah di Yaman merupakan respons terhadap serangan rudal Houthi di Israel dalam beberapa hari terakhir. 

Dikutip dari Guardian, Kementerian kesehatan yang dipimpin Houthi mengatakan sedikitnya  empat orang tewas dan 29 lainnya luka-luka.  Gambar-gambar dari Hodeidah menunjukkan  bagian-bagian kota tertutup oleh lapisan debu tebal, dan ledakan-ledakan yang menjulang 
tinggi di kejauhan. Militer Israel mengatakan puluhan pesawatnya telah menyerang pembangkit  listrik dan pelabuhan-pelabuhan Ras Issa dan Hodeidah. Israel menuduh Houthi beroperasi di bawah  arahan Iran dan bekerja sama dengan milisi Irak.

Dan tidak ada negara organisasi, seperti PBB, pengadilan Internasional (ICJ), atau negara. Padahal Profesor Hukum dan Globalisasi di Universitas Queen Mary London, Penny Green percaya bahwa ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa tindakan Israel di Gaza sama saja dengan genosida dengan sengaja. 

Menurut Green, negara-negara yang melakukan genosida jarang sekali menyampaikan rencana genosida mereka kepada kebijakan atau pengawasan publik. Biasanya rencana itu disimpulkan melalui analisis tindakan negara atau memorandum yang bocor. Israel berani melakukan itu karena memiliki dukungan finansial dan moral yang berkelanjutan dari negara-negara Barat, khususnya AS. 

"Israel merupakan suatu pengecualian. Israel memiliki kesombongan, arogansi seperti negara kolonial dan pengetahuan bahwa Israel dapat membunuh, menghancurkan, mengusir, mempermalukan, memenjarakan, dan merampas hak-hak rakyatnya tanpa hukuman," kata Green kepada Anadolu.
 
 
 
 
 

(Maruf El Rumi)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement