Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengenal Tokoh Berpangkat Jenderal Bintang 5 di Indonesia, Hanya Disandang 3 Orang!

Qur'anul Hidayat , Jurnalis-Jum'at, 04 Oktober 2024 |06:24 WIB
Mengenal Tokoh Berpangkat Jenderal Bintang 5 di Indonesia, Hanya Disandang 3 Orang!
Jenderal Besar Soedirman. (Foto: Dok ISt)
A
A
A

3. Soeharto

Lulus dari sekolah menengah, karena tak punya biaya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, Soeharto kembali ke Wuryantoro dan diterima bekerja menjadi pembantu kelerek di suatu bank desa (Volksbank). Ia berhenti bekerja gara-gara merobek sarung yang dipinjam dari bibinya, yang dipakai sebagai seragam kerja.

Posisi sebagai kelerek memang mengharuskannya memakai pakaian Jawa lengkap. Untuk sementara, ia menganggur. 1 Juni 1940 datang surat panggilan dari Sekolah Militer KNIL di Gombong, Jawa Tengah. Setelah menamatkan latihan dasar ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Kader di Gombong. Ia kemudian ditempatkan di Batalyon XIII di Rampal, dekat Malang, Jawa Timur dengan pangkat kopral. Saat itu Jepang masuk ke Indonesia, dan Soeharto hampir saja menjadi tawanan perang.

la berhasil menyelamatkan diri dan tinggal di rumah Prawirowiharjo. Di sini ia mendapat serangan malaria. Pada zaman Jepang, Soeharto mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Pasukan Kepolisian Jepang, Keibuho. Kemudian ia menjadi anggota Peta dan diberi jabatan Shodancho atau komandan peleton.

Setelah proklamasi, Soeharto turut dalam revolusi. la bergabung dalarn ketentaraan dengan pangkat Mayor, kemudian dipromosikan menjadi Letnan Kolonel. Namanya mencuat setelah berhasil memimpin penyerbuan merebut tangsi rniliter Jepang di Kotabaru, Yogyakarta. Puncaknya, 1 Maret 1949, ia mernimpin Serangan Umum merebut Yogyakarta yang saat itu diduduki Belanda pasca Agresi Militer II.

Setelah pengakuan kedaulatan, Soeharto menduduki jabatan strategis di Kodam Diponegoro, Jawa Tengah. Saat itulah ia mulai menjalin hubungan dengan beberapa rekan dari kalangan pengusaha, antara lain Liem Sioe Liong dan Bob Hasan. Pada awal dekade 1960-an, prestasinya terukir dengan mengomandani pasukan RI untuk merebut kembali Irian Barat.

Kiprahnya di bidang politik dimulai ketika meletus Gerakan 30 September. Dengan sigap, ia mengambil langkah-Iangkah taktis dan strategis untuk memulihkan keamanan, sekaligus menanarnkan pengaruh. Tanggal 1 Oktober 1965 ia adalah satu-satunya tokoh yang paling cepat membaca pergeseran peta politik pasca gerakan coup yang gagal itu.

(Qur'anul Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement