Djayadi juga melihat faktor yang membuat kandidat lainnya jauh di bawah Dedi-Erwan karena kalah start. Sehingga membuat mereka kesulitan untuk menyerap suara di Jawa Barat.
"Mereka very late start, sangat lambat start-nya. Sementara Dedi terus mempersiapkan diri dengan pendekatan-pendekatan human interest," ujarnya.
Kondisi tersebut membuat elektabilitas Dedi-Erwan sulit digoyang, sebagaimana diungkap pakar komunikasi politik Karim Suryadi. "Selama tidak ada muncul angsa hitam. politik hijrah, ekonomi atau apa, Dedi Mulyadi tetap akan dominan," ujar Karim.
Ia menilai, rasa Pilkada Jabar mirip Pilpres 2024 karena Golkar yang solid mendukung Prabowo turut mendukung Dedi yang sudah bukan menjadi kadernya. Berbeda dengan PKB dan PKS.
“Saya kira ini juga yang membuat pemilih PKB dan PKS di Jawa Barat belum solid, karena mereka bingung. Di pusat mendukung penuh Prabowo sedangkan di Jawa Barat berbeda,” kata Karim.
Kerja keras Dedi Mulyadi juga turut andil, di mana dirinya menjaga populeritasnya meski sempat kalah pada Pilgub 2018 lalu. Menurutnya, hasil survei tersebut melambangkan hasil kerja kerasnya.
“Hasil survei ini melambangkan keringat yang sudah dikeluarkan. Bagaiman Dedi Mulyadi muncul di berbagai platfom media sosial, balihonya juga di mana-di mana,” ujarnya.
(Arief Setyadi )