Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sosok Remaja Palestina yang Dibakar Hidup-Hidup Israel, Hafiz Alquran yang Ingin Jadi Dokter

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Kamis, 17 Oktober 2024 |13:40 WIB
Sosok Remaja Palestina yang Dibakar Hidup-Hidup Israel, Hafiz Alquran yang Ingin Jadi Dokter
Kisah remaja Palestina yang dibakar hidup-hidup Israel, hafiz Alquran yang ingin jadi dokter. (Dok/Al Jazeera)
A
A
A

JAKARTA - Remaja Palestina, Shaban al-Dalou tewas setelah terbakar di tenda pengungsian Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, Senin (14/10/2024) setelah serangan brutal dilakukan tentara Israel. Ia dan sedikitnya 3 orang lainnya tewas terbakar hidup-hidup di tenda pengungsian saat tidur. 

Shaban al-Dalou (19), mahasiswa teknik perangkat lunak, dan mengungsi dari rumahnya, berusaha bertahan hidup di Gaza bagian tengah. Usianya tinggal beberapa hari lagi untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-20.

Semasa hidupnya, Shaban al-Dalou berjuang selama berbulan-bulan untuk mendapatkan bantuan bagi keluarganya. Ia merekam video yang menggambarkan penderitaan keluarganya dan kehidupan mereka di bawah bom Israel. Namun, dia tidak bisa mendapatkan cukup uang untuk mengeluarkan keluarganya dari Gaza.

Dunia akhirnya memperhatikan Shaban ketika momen-momen terakhirnya yang tragis minggu ini. Terhubung dengan infus, dia terbakar hidup-hidup bersama ibunya setelah pasukan Israel mengebom kompleks Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa di Deir el-Balah pada dini hari Senin waktu setempat.

Beberapa minggu dan bulan sebelum kematiannya, dalam video yang direkamnya Shaban berbicara tentang kenyataan hidup di Gaza. Firasat akan kengerian yang ia hadapi di akhir hidupnya yang singkat.

"Tidak ada tempat yang aman di sini di Gaza," kata Shaban dalam satu video, berbicara ke kamera ponsel dari tenda darurat tempat ia tinggal sejak meninggalkan rumahnya.

Dalam video lain, Shaban berbicara tentang kesulitan mencari makanan.

"Karena pendudukan Israel berhasil memisahkan wilayah tengah dari wilayah Gaza lainnya dan orang-orang di sini berjuang untuk (memenuhi-red) kebutuhan dasar mereka," katanya dalam video semasa hidupnya, melansir Al Jazeera, Kamis (17/10/2024).

Ia juga merekam dirinya sendiri saat mendonorkan darah di Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, yang telah dibom Israel beberapa kali tahun lalu sebelum pengeboman yang menewaskannya. 

"Kami melihat begitu banyak korban luka, banyak anak sangat membutuhkan darah," kata Shaban. 

"Yang kami tuntut hanyalah gencatan senjata dan agar tragedi ini berakhir," ujarnya.

Dalam beberapa video, Shaban meminta sumbangan untuk membantu keluarganya mengungsi ke Mesir.

"165 hari genosida terus-menerus terhadap kami," katanya dalam salah satu video. 

“Kami tinggal di tenda selama lima bulan.”

“Saya mengurus keluarga saya, karena saya yang tertua,” katanya di foto lain. 

Ia menambahkan, orang tuanya, dua saudara perempuan, dan dua saudara laki-lakinya telah mengungsi lima kali sebelum akhirnya menemukan tempat berlindung di halaman rumah sakit. 

“Satu-satunya hal yang menghalangi kami dari suhu beku adalah tenda yang kami bangun sendiri,” ujar Shaban.

 

Api Membakar Semuanya

Tenda yang digunakan sebagai tempat berlindung di rumah sakit berubah menjadi peti mati pada hari Senin. Hal itu terjadi ketika rumah sakit itu dibom Israel. Ini membuat menjebak Shaban dan kerabatnya dalam kobaran api.

Ayahnya, Ahmad al-Dalou, yang mengalami luka bakar parah, mengatakan dampak serangan itu mendorongnya keluar dari tenda. Ia segera menyadari bahwa api telah membakar anak-anaknya. Ia berhasil menyelamatkan dua dari mereka.

“Setelah itu, api telah membakar semuanya. Saya tidak dapat menyelamatkan siapa pun,” katanya kepada Al Jazeera. 

“Saya melakukan apa yang saya bisa.”

Ahmad mengatakan, Shaban berharap bisa kuliah di luar negeri untuk menjadi dokter, tetapi ia ingin anaknya tetap dekat dengan rumah. 

"Sekarang, saya berharap saya telah mengirimnya," katanya.

Shaban adalah anak yang rajin belajar dan telah menghafal seluruh Al-Quran. Bahkan selama perang, Ahmad menambahkan, Shaban sering mengeluarkan laptopnya untuk belajar.

"Ia sangat mencintai ibunya," kata Ahmad. 

"Sekarang, ia telah menjadi martir di pelukan ibunya. Kami mengubur mereka dalam pelukan satu sama lain," ucap Ahmad.

Serangan yang menewaskan Shaban dan kerabatnya menghancurkan kamp darurat yang didirikan oleh orang-orang yang mengungsi di halaman rumah sakit. Serangan itu sedikitnya melukai 40 orang.

"Saya melihat keluar dan melihat api melahap tenda-tenda di sebelah tenda kami," kata Madi (37), seorang ibu enam anak mengatakan kepada Al Jazeera dari sisa-sisa tendanya yang hangus. 

"Suami saya dan saya menggendong anak-anak dan berlari menuju gedung darurat."

"Orang-orang - wanita, pria, dan anak-anak - berlarian menjauh dari api yang menyebar, sambil berteriak," tambahnya. 

“Beberapa dari mereka masih terbakar, tubuh mereka terbakar saat mereka berlari.”

 

Ke Mana Harus Pergi?

Seperti keluarga al-Dalou, banyak dari mereka yang mencari perlindungan di rumah sakit telah mengungsi berkali-kali.

“Ke mana kami harus pergi?” kata Madi. 

“Ini hampir musim dingin. Apakah tidak ada yang bisa menghentikan pembantaian ini terhadap kami?”

Pengeboman rumah sakit terjadi saat Israel terus meningkatkan serangannya di Gaza. Beberapa hari sebelumnya, serangan lain terhadap sekolah yang dijadikan tempat perlindungan, di Jabalia, menewaskan sedikitnya 28 orang. Gambar mengerikan kebakaran di Rumah Sakit Al Aqsa yang menewaskan Shaban mendapat teguran langka dari pejabat AS.

“Gambar dan video yang menunjukkan warga sipil yang tampaknya mengungsi terbakar hidup-hidup setelah serangan udara Israel sangat mengganggu dan kami telah menyampaikan kekhawatiran kami dengan jelas kepada pemerintah Israel,” kata juru bicara pemerintahan Biden dalam sebuah pernyataan pada hari Senin. 

“Israel memiliki tanggung jawab untuk berbuat lebih banyak guna menghindari jatuhnya korban sipil — dan apa yang terjadi di sini sungguh mengerikan, meskipun Hamas beroperasi di dekat rumah sakit tersebut dengan tujuan untuk menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.”

Israel secara rutin melontarkan tuduhan tersebut tanpa banyak bukti.

Hasil akhir dari pengeboman Israel adalah kebakaran yang meluluhlantakkan keluarga al-Dalou.

"Kami adalah orang-orang yang hanya meminta kedamaian dan kebebasan," kata Ahmad kepada Al Jazeera, yang berduka atas putra dan istrinya. 

"Kami menginginkan hak-hak dasar, tidak ada yang lain. Semoga Tuhan melindungi para penindas kami."

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement