Kemudian, 44% mengaku pernah mengalami dampak dari pencemaran udara dan 43,7% menyatakan merasa terganggu. Selain itu, 62,5% responden merasa lingkungan mereka kotor, dengan 35,7% menyatakan kondisi tersebut cukup mengganggu. Pemanasan global juga menjadi sorotan, di mana 52,8% sering merasakan dampaknya, dengan 49,1% menyatakan bahwa fenomena ini cukup hingga sangat mengganggu.
Sebanyak 74,9% responden pernah mendengar istilah pemanasan global, meskipun hanya 19,4% yang memahami penyebabnya secara mendalam mengenai akar permasalahannya. Di sisi lain, istilah seperti energi terbarukan kurang dipahami masyarakat, hanya dikenal oleh 6,3% responden. Hal ini menegaskan perlunya edukasi yang lebih sederhana dan mudah dimengerti.
Pemerintah juga dinilai belum maksimal dalam menangani isu lingkungan, dengan 32,9% responden menyatakan kurang puas atas upaya yang dilakukan. Sedangkan 33,0% menganggap permasalahan ini tidak cukup menjadi perhatian serius. Hal tersebut menandakan harapan yang tinggi terhadap kebijakan yang lebih tegas dalam mengatasi pencemaran, pengelolaan sampah, dan penyediaan air bersih.
Ketua Eksekutif Koalisi Ekonomi Membumi, Gita Syahrani, menekankan pentingnya menggunakan istilah yang lebih sederhana untuk menjangkau masyarakat luas, seperti mengganti istilah teknis dengan penjelasan yang mudah dipahami.
"Survei ini menggantikan istilah teknis seperti Global Warming dengan istilah ‘suhu panas bumi yang semakin tinggi,’ yang lebih relevan dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Ini adalah langkah penting dan menjadi insights baru untuk saya pribadi dalam memastikan komunikasi tentang isu lingkungan menjadi inklusif dan efektif,” kata Gita.