JAKARTA - Dosen UII Ari Wibowo membagikan cerita terkait penulisan buku soal buronan KPK Harun Masiku. Ari mengaku gemetar saat proses penulisan sub bab buku bertajuk ‘Demokrasi yang Tergadai oleh Partai Politik’.
Ari Wibowo menuturkan tulisan itu berisi kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024 yang melibatkan nama Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU.
“Ini kasus yang saya tulis dengan gemetar, karena meskipun terpidananya adalah Wahyu Setiawan, tetapi aktor yang banyak diulas adalah Harun Masiku,” ujar dia dalam kegiatan peluncuran buku pendidikan antikorupsi oleh Satgassus Pencegahan Antikorupsi Polri di Gedung PTIK, Jakarta Selatan Senin (9/12/2024).
Ari mengatakan, kasus tersebut terkait dengan hasil Pemilu 2019. Dia menjelaskan, adanya upaya dari partai politik yakni PDIP, mengusulkan Harun Masiku sebagai pengganti anggota DPR yang meninggal.
“Ini terkait dengan kasus di mana calon nomor urut 1 DPR Dapil Sumatera Selatan, Dapil 1, Nazaruddin Keimas meninggal dunia, yang seharusnya berdasarkan peraturan KPU yang akan menggantikan adalah Riezky Aprilia, calon nomor urut 2 dan perolehan suaranya tertinggi,” ungkap Ari.
“Tetapi hasil rapat pleno DPP PDI Perjuangan mengusulkan yang menggantikan adalah Harun Masiku. Padahal Harun Masiku ini calon nomor urut 6 dan suaranya yang lebih banyak itu masih ada 4 calon yang lain,” sambung dia.
Ari mengungkapkan, ada dua kesimpulan yang perlu disampaikan dalam buku yang ditulisnya. Pertama, terkait gurita partai politik.
“Ternyata tidak semua komisioner setuju dengan usulan Wahyu Setiawan. Maka kemudian akhirnya masuk ke lembaga peradilan, mengajukan judicial review atas peraturan KPU,” ungkapnya.
Dia menuturkan, Mahkamah Agung (MA) pada saat itu memutuskan calon yang menggantikan Nazarudin yakni kader terbaik yang dipilih oleh partai politik. Namun, sesuai dengan peraturan KPU tetap Riezky Aprilia terpilih.