JAKARTA – Maharaja Linggabuana, penguasa Kerajaan Sunda Galuh bersedia memenuhi keinginan Mahapatih Kerajaan Majapahit Gajah Mada. Gajah Mada menyatakan tidak ada pesta penyambutan dalam pernikahan Raja Majapahit Hayam Wuruk dengan putri sekar kedaton Sunda Galuh, Dyah Pitaloka Citraresmi.
Peristiwa itu terjadi pada 1357 M atau 1279 tahun Saka di sebuah lapangan bernama Bubat yang diyakini di kawasan Candi Brahu, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto. Memang Citraresmi akan diperistri oleh Hayam Wuruk. Lagipula Hayam Wuruk di usianya 23 tahun itu telah terpikat oleh kerupawanan Citraresmi.
Pada sisi lain, dari garis kakeknya, yakni Raden Wijaya (Raja Pertama Majapahit), khususnya dari jalur Dyah Lembu Tal, nenek buyutnya juga keturunan Sunda.
Namun, mengutip Serat Pararaton, Gajah Mada menegaskan kehadiran Raja Sunda di Majapahit untuk mempersembahkan sang putri yang itu sekaligus simbol penaklukan.
Gajah Mada sudah lama ingin segera mengakhiri sumpah hamukti palapanya, yakni menyatukan seluruh kerajaan di Nusantara di bawah panji kebesaran Majapahit. Dalam serat Pararaton disebutkan, pada saat itu terjadi perpecahan sikap di dalam rombongan Raja Sunda dan istrinya.
Linggabuana dan beberapa pembesar bersedia memenuhi keinginan Gajah Mada. Artinya, juga menerima tidak ada pesta penyambutan pernikahan.