JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku. Adapun Harun Masiku merupakan Caleg gagal PDIP pada Pemilu 2019.
Namun, Harun berupaya ingin menjadi anggota DPR RI lewat jalur pergantian antar-waktu (PAW) dengan cara menyuap Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022. Ia ingin menggantikan Caleg terpilih pada Dapil 1 Sumatera Selatan yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.
Sementara Rapat Pleno KPU RI menetapkan Rizeky Aprilia sebagai pengganti almarhum. Kongkalikong Hasto Cs keburu terendus KPK. Wahyu lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada 2020. Sedangkan Harun Masiku melarikan diri dan buron hingga sekarang.
Berikut fakta-faktanya:
1. Hasto Kristiyanto Terlibat Suap
Pada kasus suap, Hasto disangka terlibat dalam pemberian hadiah atau janji Wahyu Setiawan. Suap atau pemberian hadiah itu untuk meloloskan Caleg PDIP Harun Masiku dalam PAW pada Pemilu 2019.
"Atas perbuatan saudara HK tersebut KPK selanjutnya melakukan ekspose dan lain-lain dan akhirnya menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor Sprindik," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto saat jumpa pers, Selasa 24 Desember 2024.
"Dengan uraian penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan HK (Hasto Kristiyanto) bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio F (orang kepercayaan Wahyu Setiawan) terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019 2024," sambungnya.
Setyo mengatakan, Hasto disebut melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan bersama politikus PDIP Harun Masiku yang kini masih buron. "Saudara HK bersama-sama dengan HM kemudian Saeful Bahri (orang dekat Hasto) dan DTI (Donny Tri Istiqomah, advokat PDIP) melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan jumlahnya sama dengan penjelasan kasus sebelumnya," kata Setyo.
2. Hasto Suruh Harun Masiku Kabur dan Rendam HP
Hasto juga dijerat sebagai tersangka karena melakukan perintangan penyidikan kasus yang menjerat Harun Masiku. Ia menyuruh pegawai Harun Masiku rendam handphone (HP) dan menyuruh koleganya itu melarikan diri.
"Dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka HK dan kawan-kawan yaitu dengan sengaja mencegah merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 yang dilakukan oleh tersangka HM bersama-sama dengan tersangka Saeful Bahri berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio F," kata Setyo.
"Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir yang biasa digunakan sebagai kantor untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya meredam HP dalam air dan segera melarikan diri," imbuh Setyo.
"Bahwa pada tanggal 6 Juni 2024 sebelum saudara HK diperiksa sebagai saksi KPK saudara HK memerintahkan pada salah satu pegawainya untuk menenggelamkan HP yang dalam penguasaan pegawai tersebut agar tidak ditemukan oleh KPK," katanya.
3. Hasto Suruh Saksi Tak Berkata Sebenarnya
Hasto, kata Setyo, juga mengumpulkan para saksi kasus Harun Masiku agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya. "Saudara HK telah mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara HM dan mengarahkan memberikan doktrin memberikan penekanan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya tidak melebar dan tidak memberikan keterangan yang memojokan kepada yang bersangkutan," ungkapnya.
4. KPK Cekal Hasto
KPK mencegah Hasto dan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah bepergian ke luar negeri setelah menetapkan keduanya sebagai tersangka. "Jadi, seperti yang diketahui, pada SOP yang kita miliki ketika ini naik juga diikut dengan pencekalan. Pencekalan terhadap yang bersangkutan," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dalam jumpa pers, Selasa 24 Desember 2024.
"Kemudian, juga terhadap orang-orang yang berkaitan dan kita duga bahwa dia memiliki informasi dan akan menyulitkan apabila dia berada atau ke luar negeri, seperti itu. Jadi, pencekalan serta merta kita lakukan," sambungnya.
Asep mengungkapkan, pencekalan terhadap Hasto dan Donny selama enam bulan ke depan. "Pencekalan seperti biasa enam bulan, nanti bisa diperpanjang, seperti itu. Tidak hanya orang tertentu ya, memang itu semuanya seperti itu," ungkapnya.
5. Upaya Hasto Loloskan Harus Masiku Jadi Anggota DPR
Ketua KPK, Setyo Budiyanto menyatakan, Hasto merupakan sosok yang menentukan Harun Masiku untuk maju di Dapil 1 Sumatera Selatan meski yang bersangkutan berasal dari Toraja. Menurutnya, kasus ini bermula saat Caleg PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang berhak duduk di Senayan dari dapil Sumsel 1 meninggal dunia.
Saat itu, Harun yang bersikeras ingin menggantikan posisi Nazarudin terhalang lantaran kalah perolehan suara dari Caleg PDIP atas nama Riezky Aprilia. Di mana, Harun memperoleh 5.878 suara sedangkan Riezky mengantongi suara sebanyak 44.402.
Akan hal itu, Hasto melakukan berbagai macam cara untuk memuluskan langakah Harun menjadi anggota DPR RI. Pertama, dengan mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Agung tanggal 24 juni 2019 yang mana surat permohonannya ditandatangani Hasto.
"Namun, setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh Sebab itu, Sdr. HK meminta Fatwa kepada ΜΑ," kata Setyo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 24 Desember 2024.
Setyo melanjutkan, Hasto juga secara paralel mengupayakan Riezky untuk mundur dan bersedia digantikan Harun Masiku. Disebutkan, Hasto juga pernah memerintahkan kader PDIP bernama Saeful Bahri untuk menemui Riezky dan meminta yang bersangkutan mundur agar digantikan Harun.
"Namun, upaya tersebut juga ditolak oleh Sdr. Riezky Aprilia," ujarnya.
Hasto juga disebutkan menahan surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR RI dan meminta untuk mundur setelah pelantikan. Lantaran berbagai upaya tersebut gagal, Hasto kemudian mencari cara lain dengan bekerja sama Harun Masiku dan Saeful Bahri. Di mana, upaya tersebut dengan menyuap dua komisioner KPU, Wahyu Setiawan dam Agustinus Tio F.
"Bahkan pada tanggal 31 Agustus 2019, Sdr. HK menemui Sdr. Wahyu Setiawan untuk dan meminta untuk memenuhi 2 usulan yang diajukan oleh DPP yaitu MARIA LESTARI Dapil 1 Kalbar dan HARUN MASIKU Dapil 1 Sumsel," ucap Setyo.
"Dari proses Pengembangan Penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Sdr. Wahyu berasal dari Sdr. HK," sambungnya.
6. Uang Suap Berasal dari Hasto
Ketua KPK, Setyo Budiyanto menyatakan uang yang digunakan untuk menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto Kristiyanto. "Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Sdr. Wahyu berasal dari saudara HK," kata Setyo.
7. Baru Jadi Tersangka Setelah 5 Tahun
Ketua KPK, Setyo Budiyanto mengungkapkan alasan penetapan tersangka tersebut. Menurutnya, penetapan tersangka di Lembaga Antirasuah berdasarkan kecukupan alat bukti.
"Ini karena kecukupan alat buktinya, tadi, sebagaimana sudah saya jelaskan di awal," kata Setyo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 24 Desember 2024.
Menurutnya, penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan yang selama ini dilakukan pihaknya serta pencarian buronan Harun Masiku. Ia mengatakan, selama proses penyidikan ini pihaknya terus melakukan pengumpulan alat bukti melalui pemanggilan saksi hingga penyitaan alat bukti yang diduga terkait kasus tersebut.
"Di situlah kemudian kita mendapatkan banyak bukti dan petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan untuk mengambil keputusan tentu melalui proses, tahapan-tahapan sebagaimana yang sudah diatur di Kedeputian Penindakan, baru kemudian diputuskanlah terbit surat perintah penyidikan, gitu," ujarnya.
(Arief Setyadi )