JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terkait sengketa Pilkada Kabupaten Serang pada Jumat, 17 Januari 2025. Sengketa ini diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Andika Hazrumy-Nanang Supriatna.
Dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dengan nomor perkara 70/PHPU.BUP-XXIII/2025, mereka menggugat pasangan calon nomor urut 2, Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas. Dugaan pelanggaran yang diajukan ke MK bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Pengacara pemohon, Deni Pamungkas, mengungkapkan ada tiga unsur yang menunjukkan dugaan pelanggaran, yakni dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Menteri Desa Yandri Susanto, dugaan keterlibatan kepala desa yang aktif dalam kampanye, dan dugaan ketidaknetralan aparat kepolisian.
"Terstruktur, Yandri Susanto suami dari Ratu Rachmatuzakiyah yang merupakan calon bupati Kabupaten Serang nomor urut 2 sebelum dan saat menjadi Menteri Desa aktif konsolidasi memenangkan istrinya dengan mengumpulkan kepala desa," kata Deni Pamungkas dalam keterangannya, Minggu (19/1/2024).
Deni menyebutkan, dugaan pelanggaran sistematis itu terjadi dengan melakukan berbagai kegiatan konsolidasi yang melibatkan 277 kepala desa se Kabupaten Serang. Sementara dugaan pelanggaran masif yang didalilkan, yakni kepala desa yang hadir dalam konsolidasi pemenangan Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas yang dikemas dengan acara Rapat Koordinasi Cabang (Rakorcab) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
Tanggapan dari pihak termohon, yakni Khairil Aminuasa, kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyatakan bahwa dugaan pelanggaran yang diajukan oleh pemohon, seperti keterlibatan Menteri Desa, adalah kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk ditindaklanjuti. Ia juga menganggap bahwa klaim pemohon tidak memiliki relevansi signifikan dengan hasil pemilihan.
"Kami menyimpulkan dari keseluruhan dalil Pemohon, pertama tentang adanya pelanggaran TSM. Kedua tentang adanya keterlibatan aparatur penegak hukum. Yang ketiga adanya dugaan ketidakprofesionalan Bawaslu. Yang keempat adanya dugaan money politic adalah satu dalil yang tidak mempunyai relevansi yang tegas terhadap signifikansi perolehan suara yang dimiliki oleh Pihak Terkait," kata Khairil.