"Rp 160 ribu perkilo kalau yang belum betetan (dibersihkan kotorannya). Kalau sudah bersih itu jadi Rp 190 ribu perkilonya. Udah kayak daging sapi kan harganya. Belum kalau mateng bisa setengah juta,"ungkapnya.
Menurutnya wajar jika belalang kayu sangat mahal karena untuk mencarinya cukup sulit. Meski habitatnya sama di pepohonan atau rerumputan tetapi sekarang sangat sulit. Dan sekarang ternyata banyak didapat dari Purworejo ataupun kota lain karena di Gunungkidul langka.
Salah satu warga Putat Patuk yang usianya sudah 90 tahun lebih, Samirah mengatakan tidak ada yang tahu sejak kapan belalang dikonsumsi. Karena sejak dirinya kecil, orangtuanya sudah biasa memberi dirinya lauk dari belalang.
"Dulu kalau bapak pulang dari sawah itu bawa belalang kemudian dimasak oleh simbok," terang dia.
Dia menambahkan tidak semua belalang bisa dikonsumsi. Karena ada belalang yang dikonsumsi bisa langsung menimbulkan gatal-gatal. Sementara untuk walang Sangit sudah jarang dikonsumsi kecuali pas jaman sulit makan tahun 60 yang lalu.
Dia menyebut belalang ada beberapa di antaranya adalah belalang kayu yang biasa hidup di pepohonan dan tamaman jagung. Kemudian belalang Dami yaitu belalang yang biasa menggerogoti daun padi. Kemudian belalang atau Walang kekek bisa dimakan tetapi tidak ada yang suka.
"Walang Gambuh tidak bisa dimakan karena menimbulkan rasa gatal dan walang Sangit karena baunya yang menyengat tidak dikonsumsi," tambahnya.
Dan tidak semua orang bisa mengkonsumsi belalang ini. Karena bagi yang alergi maka bisa langsung gatal-gatal. Belalang bisa menimbulkan alergi karena memang mengandung protein yang cukup tinggi.
(Khafid Mardiyansyah)