Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sejumlah Anak Korban Pencabulan Guru Ngaji di Tangerang Alami Trauma

Ari Sandita Murti , Jurnalis-Jum'at, 31 Januari 2025 |19:03 WIB
Sejumlah Anak Korban Pencabulan Guru Ngaji di Tangerang Alami Trauma
Ilustrasi Anak Jadi Korban Pencabulan. Foto: Dok Okezone.
A
A
A

JAKARTA - KemenPPP menyatakan berdasarkan data yang diterimanya, dari 20 anak lebih yang menjadi korban dugaan pencabulan oknum guru ngaji, W (40) di Tangerang mengalami trauma tak mau mengaji. Pihaknya pun bakal memberikan pendampingan pada anak-anak tersebut.

"Disebutkan bahwa P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA) di Kota Tangerang, salah satu dampaknya adalah ini mengalami trauma, gak mau ngaji lagi, berinteraksi sosial itu sekarang agar dibatasi," ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar pada wartawan, Jumat (31/1/2025).

Menurutnya, dari informasi yang diterimanya, anak-anak yang mengalami dugaan pencabulan oleh oknum guru ngaji, W itu mengalami trauma, malahan sampai ada yang tak mau mengaji lagi. Dari 20 anak lebih yang menjadi korban dugaan pencabulan, diduga masih ada korban lainnya sehingga dia meminta agar orang tua yang anaknya menjadi korban bisa segera melaporkannya.

Dengan begitu, kata dia, dampak yang dialami korban, khususnya dari segi traumanya itu bisa menjadi perhatian KemenPPPA untuk ditangani lebih lanjut. Pengungkapan kasus dugaan pencabulan yang terjadi di Tangerang itu memutus potensi terjadinya peristiwa berulang di kemudian hari.

"Sehingga, saat ini ada dampak-dampak ini atensi di kami, KemenPPPA. Ini satu pelaku korbannya 20, tapi belum selesai disitu karena operasional tempatnya (pelaku melakukan aksinya) itu dari tahun 2017, bisa jadi ada korban lain yang belum melapor," tuturnya.

Dia menjabarkan, dari 20 anak-anak yang menjadi korban, rata-rata berusia 15 tahun ke bawah, yang mana mereka memiliki kerentanan terhadap aksi kekerasan. Belum lagi ada potensi para korban menjadi pelaku dugaan kekerasan seksual serupa ke depannya.

"Belum lagi biasanya yang hari ini menjadi korban, belajar dari dia menjadi korban kemudian berpotensi menjadi pelaku. Misalnya kasus sebelumnya, pengurus panti 3 orang melakukan pencabulan, ternyata setelah diselidiki pelaku ini dahulunya pernah menjadi korban," bebernya.

Maka itu, Nahar mengingatkan, agar masyarakat, orangtua untuk mengenali risiko anak bisa menjadi korban kekerasan seksual. Sebagaimana UU nomor 12 tahun 2022 yang menyebutkan, adanya lokasi yang harus diwaspadai, seperti tempat pendidikan, panti sosial, hingga tempat lain yang berpotensi menjadi tempat kekerasan seksual.

 

"Kasus-kasus seperti ini menjadi pelajaran bagi kita semua karena bisa jadi ini bukan masalah anak orang lain, tapi bisa bahaya mengintai anak-anak kita, bahkan yang ada di dalam rumah kita, karena dari data kami 19 ribu lebih dalam setahun terjadi dugaan kasus kekerasan, mayoritas kejadiannya di rumah, kemudian pelakunya dominasinya orang tua, teman sepertemanan," bebernya.

Dia menambahkan, para korban yang mengalami trauma pun bakal diberikan pendampingan ke depannya guna mengantisipasi dampak peristiwa yang dialaminya, baik dari sisi traumanya maupun dari sisi potensi korban menjadi pelaku kekerasan. Apalagi, pemerintah memiliki fasilitas pelayanan berkaitan penanganan korban kekerasan di tiap daerah.

"Para korban ini, di setiap daerah pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan, seperti di Polres ada petugas perlindungan perempuan dan anak sehingga proses hukumnya jalan, pendampingannya jalan. Dampak fisik dan psikisnya diharapkan bisa dipulihkan dengan pendampingan," katanya.

(Puteranegara Batubara)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement