JAKARTA - Dua golongan yakni kaum adat dan Padri sama-sama saling melawan kekuasaan kolonial Belanda. Meski dalam beberapa hal kedua golongan di Sumatera Barat itu beberapa kali silang pendapat. Namun soal perlawanan ke Belanda mereka satu suara.
Bahkan dua pemimpin kaum Padri Tuanku nan Gadang dan Tuanku Ibrahim yang memiliki sikap lunak terhadap kaum adat, ternyata tidak mudah diajak bekerja sama dengan pemimpin militer Belanda di Padang, De Richemont. Bahkan di wilayah daerah VII Kota Pariaman, kaum Padri dan pengikutnya aktif melakukan operasi serangan.
Saat itu di Naras pengaruh pemimpin Padri Tuanku nan Cerdik sangat besar. Dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 12 Desember 1829 menghadapi pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten De Richemont yang berkekuatan 130 orang serdadu dan 50 orang marine, Tuanku nan Cerdik berhasil mengalahkannya.
Serangan dari kaum Padri itu dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia", Sabtu (1/2/2025), menyebabkan kerugian musuh 5 serdadu tewas, di antaranya seorang letnan laut, dan 30 orang lainnya luka-luka. Pemimpin pasukan lawan terpaksa menunggu lagi pasukan bantuan.
Kelemahan pasukan Belanda di berbagai daerah pertempuran membuat makin meluasnya perlawanan kaum Padri. Di sisi lain, terlihat pasukan kaum Adat yang kecewa mulai melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Kira-kira 70 orang penghulu adat dengan bantuan penduduk XIII Kota yang bersikap anti-Belanda telah menyerbu Padang, tetapi kemudian mengundurkan diri setelah lebih kurang 100 orang serdadu Belanda melawannya. Sementara itu, kaum Padri yang bergerak di sebelah utara Pasaman berhasil menduduki Air Bangis.
Air Bangis dijaga oleh pasukan Padri berkekuatan sebanyak 300 orang, sedangkan dari arah laut penjagaan dibantu oleh perahu-perahu Aceh di bawah pimpinan Sidi Mara. Melihat situasi perang tersebut, tampak jelas bahwa kedudukan Belanda di Sumatra Barat cukup sulit.