PERLAWANAN besar-besaran dari rakyat Sumatera Barat ke Belanda disambut dengan pengerahan pasukan. Pasukan itu bahkan didatangkan dari Pulau Jawa, di saat Perang Jawa melawan Pangeran Diponegoro sedang berlangsung. Belanda menganggap penting menaklukkan wilayah Sumatera Barat dengan cepat, demi memfokuskan diri ke Perang Jawa.
Tambahan tentara dari Batavia ini juga dilengkapi persenjataan meriam dan mortir, serta senjata canggih lainnya. Pasukan ini ditempatkan di berbagai pos dan benteng Belanda untuk mengadakan serangan ke daerah pedalaman Sumatera Barat.
Pertahanan Kaum Padri di sebelah utara Tanjung Alam menjadi tujuan terlebih dahulu serangan Belanda. Pada 22 Juli 1833 serangan Kaum Padri memang sempat membuat kapten pasukan Belanda itu tewas, sebagaimana dikisahkan dari "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Tapi datangnya bantuan militer dari Pulau Jawa memperkuat kekuatan militer Belanda hingga berhasil menduduki beberapa daerah yang dikuasai Kaum Padri. Daerah-daerah seperti Tapi Selo, yang merupakan bekas kedudukan Tuanku Pasaman, Kebon Belongkat di sebelah timur Muarapalam, Buo, berhasil direbut Belanda.
Di daerah itu pula Belanda mendirikan pos-pos penjagaan yang kekuatannya disuplai dari tentara dari Jawa. Perlu juga diketahui pertempuran besar yang terjadi di Agam. Dalam pertempuran pada tanggal 29 Juli 1833 ini pasukan Padri berjumlah 2.000 orang, berhadapan dengan pasukan Belanda.
Banyaknya pasukan Kaum Padri membuat Belanda kalah. Tak hanya itu, 8 orang prajurit Belanda tewas, sementara 40 orang lainnya luka-luka. Namun korban juga muncul di kubu Kaum Padri.
Belanda sekali lagi dengan kecerdikannya berhasil menghasut salah satu pimpinan di Sumatera Barat, yakni Tuanku nan Cerdik, mengenai kekuatan Kaum Padri. Padahal keduanya bersama Tuanku Imam Bonjol sebenarnya sama-sama memberikan perlawanan ke Belanda.
(Angkasa Yudhistira)