Julius menjelaskan, dua pelanggaran itu berupa pelanggaran dalam proses hukum acara di mana dalam menggali/mencari/mengumpulkan alat bukti yang berupa keterangan saksi itu harus dilakukan secara sah.
Menurutnya, tidak boleh dilakukan dengan cara-cara paksaan, cara-cara intimidasi apalagi mengarahkan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya tidak atau bukan sebuah peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat oleh si saksi.
“Nah pelanggaran ini sudah pelanggaran etik yang sangat fundamental sehingga harusnya berpotensi dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran berat dengan sanksi dilakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap penyidik tersebut,” ujarnya.
Hal lain, kata dia, upaya intimidasi kepada saksi berakibat pada pelanggaran dalam proses pengambilan alat bukti, sehingga harus dinyatakan alat bukti itu batal demi hukum dan tidak dapat digunakan dalam proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.
Yakni, baik itu dalam proses penyelidikan penyidikan yang digabung di KPK atau penuntutan di persidangan. “Alat bukti itu harus dinyatakan tidak berlaku atau batal demi hukum,” tuturnya.