Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Revisi KUHAP Momentum Menata Ulang Koordinasi Polri dan Kejaksaan di Sistem Peradilan Pidana

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Sabtu, 01 Maret 2025 |12:42 WIB
Revisi KUHAP Momentum Menata Ulang Koordinasi Polri dan Kejaksaan di Sistem Peradilan Pidana
Revisi KUHAP Momentum Menata Ulang Koordinasi Polri dan Kejaksaan di Sistem Peradilan Pidana
A
A
A

JAKARTA Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi momentum penting dalam menata ulang koordinasi antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana. Akademisi dan praktisi hukum menyoroti urgensi sinergi antara kedua institusi tersebut guna mewujudkan proses penegakan hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta  Alfitra, menjelaskan bahwa sebelum adanya kekuasaan sentral yang berwenang dalam tugas peradilan, penuntutan dilakukan secara perseorangan oleh pihak yang dirugikan. Model accusatoir murni ini, menurutnya, menyatukan proses pidana dan perdata dalam satu mekanisme.

"Penuntutan kesalahan seseorang menjadi sulit karena yang bersangkutan memperoleh kesempatan menghilangkan barang bukti,” ujarnya dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dikutip, Sabtu (1/3/2025).

“Kerap kali tuntutan pidana tidak dilakukan karena adanya rasa takut terhadap pembalasan dendam atau ketidakmampuan mengungkapkan kebenaran,”lanjutnya.

Oleh karena itu, kata dia tuntutan pidana kemudian diserahkan kepada badan negara khusus yang disebut Openbaar Ministerie sebagai Penuntut Umum.

“Sejak saat itu, tuntutan pidana tidak lagi menjadi persoalan pribadi, tetapi menjadi persoalan kepentingan umum," tutup Alfitra.

Sementara itu, mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI, Andrean H. Poeloenganmenilai bahwa Revisi KUHAP harus mempertimbangkan keseimbangan antara kewenangan penyidik dan penuntut umum.

“Koordinasi yang lebih erat antara kedua pihak sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang-tindih kewenangan yang dapat menghambat efektivitas penyelesaian perkara pidana,”ujarnya,

Di sisi lain, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UMJ, Chairul Huda menegaskan ketidaksetujuannya terhadap gagasan yang menempatkan jaksa sebagai penuntut umum sekaligus penyidik. Menurutnya, pemisahan tugas antara penyidik dan penuntut umum harus tetap dijaga demi memastikan adanya mekanisme check and balance dalam sistem peradilan pidana.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement