JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Dewi Juliani menyoroti kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang dokter kandungan terhadap pasien di salah satu fasilitas kesehatan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ia meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memberi sanksi tegas dengan mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) terduga pelaku.
“Baik aparat penegak hukum maupun KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) dan IDI tidak boleh membela pelaku. Sanksi tegas harus diberikan, termasuk pencabutan STR bila terbukti bersalah," ujar Dewi dalam keterangan tertulis, Rabu (16/4/2025).
Dewi menegaskan, bahwa pelaku harus mendapatkan sanksi yang tegas. Tidak boleh dibela karena bisa mencederai rasa keadilan korban dan berpotensi mengulang siklus kekerasan.
Tindakan dokter kandungan di Garut ini bukanlah sekadar pelanggaran etik, melainkan kejahatan serius. Ia pun meminta agar pelaku harus diproses hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etik profesi. Ini adalah kejahatan serius yang merusak kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan, terutama bagi perempuan. Pelaku harus segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” ujar politikus PDIP itu.
Selain itu, ia menekankan pentingnya pendampingan hukum dan psikologis bagi korban, serta edukasi publik untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan pelayanan publik. “Kita harus berdiri bersama korban, bukan malah menyalahkan mereka. Negara harus hadir secara nyata dalam memberikan perlindungan,” tutup Dewi.
Sekadar informasi, dokter kandungan bernama M Syafril Firdaus, diduga melakukan tindakan tidak senonoh saat melakukan USG terhadap ibu hamil. Aksi seorang dokter tersebut terlihat jelas, dari kamera CCTV yang ada di dalam ruangan.
Aksi dokter mesum ini dibenarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, bahwa sang dokter yang bernama dr Syafril alias dr Iril pernah berdinas di Rumah Sakit pemerintah. Namun, sejak 2024 akhir, kontraknya telah dihentikan dan tidak lagi bekerja di pemerintah.
Mengenai beredarnya video tersebut, Dinas Kesehatan akan memeriksa lebih lanjut kebenaran video yang beredar. Hal ini karena pada 2024 juga ada laporan terkait aksi dokter tersebut, yang melakulan aksi cabulnya.
"Kita periksa lagi apakah video yang beredar itu kasus baru atau yang telah lampau," kata Kadinkes Kabupaten Garut, Leli Yuliani.
"Tapi sejak 2024 akhir, sang dokter sudah tidak bekerja di fasilitas kesehatan pemerintah," lanjutnya.
(Arief Setyadi )