Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tolak Permintaan Mundur dari Hasto, Riezky Aprilia: Saya Tahu Anda Sekjen Partai, Tapi Bukan Tuhan!

Nur Khabibi , Jurnalis-Rabu, 07 Mei 2025 |13:43 WIB
Tolak Permintaan Mundur dari Hasto, Riezky Aprilia: Saya Tahu Anda Sekjen Partai, Tapi Bukan Tuhan!
Sidang Hasto Kristiyanto (foto: Okezone)
A
A
A


JAKARTA - Eks Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Riezky Aprilia mengaku diminta mundur sebagai caleg terpilih oleh Hasto Kristiyanto. Namun, ia menolak. 

Hal itu ia sampaikan saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perinyangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/5/2025). 

Awalnya, Riezky mengaku bertemu Hasto pada 27 September 2019. Dalam kesempatan itu, Hasto memintanya untuk mundur. 

"Kemudian apa yang dibicarakan waktu itu?," tanya Jaksa. 

"Mudah-mudahn saya ga salah, waktu itu saya hadir Pak Sekjen, bahwa saya mempertanyakan masalah pelantikan saya. Pelantikan saya, undangan saya," jawab Riezky. 

"Sempat terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur," sambungnya. 

Pada kesempatan tersebut, Riezky mengaku mempertanyakan alasan dirinya diminta mundur. Sebab, ia merasa dirinya kader dan berjuang untuk partai. 

 

Dalam kesempatan tersebut, Riezky menjelaskan, Hasto meminta dirinya mundur karena hal tersebut keputusan partai. 

"Ini mohon maaf kalau saya agak mencoba mengingat, saya bilang, 'saya akan mundur apabila saya mendengar langsung dari ibu ketua umum pada saat itu'," ujar Riezky. 

"Dan Pak Sekjen menjawab dan itu yang saya tidak akan pernah saya lupakan karena agak kaget untuk pertama kali saya bisa berinteraksi, 'saya ini sekjen Partai', di situ saya, reaksi saya juga emosi, saya berdiri, 'saya tahu anda sekjen partai tapi anda bukan tuhan', itu yang saya sampaikan," lanjut Riezky. 

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan Perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku. 

Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam hp.

"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

 

Jaksa menjelaskan, perbuatan Perintangan Hasto bermula pada 8 Januari 2020. Saat itu KPK sudah mengantongi informasi adanya penerimaan suap yang diterima Wahyu Setiawan dan Tio Agustiani Fridelina terkait memuluskan langkah Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW. 

Sore harinya, Hasto menerima informasi jika Wahyu Setiawan yang saat itu merupakan komisioner KPU tertangkap oleh KPK. 

"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," ujarnya. 

Akibatnya, keberadaan Harun tidak diketahui lantaran hp-nya sudah direndam. KPK kemudian melacak lokasi keberadaan Harun melalui update lokasi Nasaruddin. Keduanya pun terdeteksi di PTIK. Namun tim penyidik KPK gagal menemukan Harun di lokasi tersebut dan belum bisa menangkap Harun hingga saat ini. 

Sementara itu, Hasto yang meminta Kusnadi merendam ponselnya terjadi ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya. 

"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya. 

 

Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD. 

"Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan," kata Jaksa di ruang sidang. 

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement