JAKARTA – Konflik antara India dan Pakistan yang pecah pekan lalu menarik perhatian besar global, tidak hanya terkait potensi eskalasi dari dua negara berkekuatan nuklir, tetapi juga penggunaan persenjataan dari kedua tetangga tersebut. Poin terakhir khususnya menyoroti kiprah jet tempur J-10C buatan China yang digunakan Pakistan dan Dassault Rafale yang diandalkan Angkatan udara India.
Sebagaimana diberitakan, sumber keamanan Pakistan mengatakan bahwa kedua negara terlibat dalam pertempuran udara terbesar sejak Perang Dunia II. Pertempuran itu dilaporkan terjadi pada 7 Mei 2025, saat India melancarkan Operasi Sindoor ke Pakistan, melibatkan sekira 125 jet tempur dari kedua belah pihak dan berlangsung selama lebih dari satu jam.
Militer Pakistan mengklaim telah menembak jatuh setidaknya lima jet tempur India, termasuk tiga jet Rafale, yang baru diakusisi Delhi pada tahun lalu. Klaim itu didukung oleh sejumlah gambar di media sosial yang memperlihatkan apa yang diduga sebagai puing Rafale yang jatuh di wilayah India.
India sempat bungkam mengenai klaim tersebut, meski kemudian mengonfirmasi bahwa pihaknya kehilangan sejumlah pesawat tempur, meski tidak secara spesifik mengakui ada Rafale yang ditembak jatuh.
Di sisi lain, Pakistan yang mengerahkan jet tempur J-10C tidak kehilangan satu pesawat pun dalam pertempuran tersebut, bahkan mengklaim telah berhasil melancarkan serangan ke wilayah India tanpa mengalami kerugian. Pencapaian yang diklaim Pakistan ini menghasilkan berbagai pujian di media sosial atas kemampuan jet tempur China itu.
Rafale dan J-10C adalah jet tempur berkemampuan tinggi yang dirancang untuk unggul dalam berbagai misi, termasuk perterungan udara, serangan darat, dan pengintaian. Sebagai jet tempur generasi 4.5 keduanya kerap dibandingkan satu sama lain, baik dari spesifikasi, kapabilitas, hingga harganya, sebagaimana dilansir Global Defense Analysis.

Rafale memiliki desain sayap delta dengan canard, yang memberikan kemampuan manuver dan kelincahan yang sangat baik. Dengan panjang 15,30 meter, lebar sayap 10,90 meter, dan berat lepas landas maksimum 24,5 ton.
J-10C juga memiliki desain sayap delta konvensional dengan canard, tetapi memiliki kemampuan manuver yang mengesankan. Dengan panjang 15,49 meter, lebar sayap 9,75 meter, dan berat lepas landas maksimum 19,3 ton.
Proyek Rafale diluncurkan pada pertengahan 1970-an dan jet tersebut mulai beroperasi dengan angkatan bersenjata Prancis pada 2004. Sementara program J-10 dimulai pada pertengahan 1980-an dan jet tempur tersebut mulai beroperasi dengan Angkatan Udara Tentara Rakyat China pada 2005.
Rafale ditenagai oleh dua mesin turbofan Snecma M88-2, yang menghasilkan daya dorong total 150 kN (33,700 lbf) dan memiliki kecepatan maksimum Mach 1,8. Mesinnya memiliki afterburner dan memberikan akselerasi dan kemampuan manuver yang sangat baik.
Pesawat tempur J-10 ditenagai oleh mesin tunggal Saturn AL-31FN seri 3, yang menghasilkan daya dorong 13,5 ton, dan memiliki kecepatan tertinggi Mach 2,2.
Varian J-10C juga ditenagai oleh mesin turbofan tunggal WS-10 Taihang, yang menghasilkan daya dorong sebesar 13.500 kgf (29.800 lbf). Mesinnya memiliki afterburner dan memberikan akselerasi dan kemampuan manuver yang baik.
Kedua pesawat memiliki sistem kendali penerbangan fly-by-wire digital, yang membuatnya sangat mudah bermanuver dan responsif.

J-10C vs Rafale; Keduanya memiliki kemampuan avionik canggih, tetapi ada beberapa perbedaan utama di antara keduanya.
Kedua pesawat tersebut dilengkapi sistem radar AESA dan fusi sensor yang menawarkan kemampuan deteksi dan pelacakan jarak jauh. Rafale menggunakan radar Thales RBE2 dengan fusi sensor yang umum dikenal, yang secara efektif mengintegrasikan data dari radar, IRST, EW, dan sensor lainnya.
Sementara J-10C menggunakan radar AESA Tipe 1475 milik J-10C juga canggih, namun detail kinerja spesifiknya terbatas karena sedikitnya atau tidak adanya informasi yang tersedia untuk public, begitu juga dengan informasi mengenai kemampuan fusi sensornya.
Baik Rafale maupun J-10C dilengkapi dengan perangkat peperangan elektronik (EW) canggih untuk mengganggu radar musuh, mengelabui rudal yang datang, dan melindungi dari ancaman elektronik.
Rafale dilengkapi dengan berbagai rudal, termasuk rudal udara ke udara MICA; rudal udara-ke-udara jarak jauh yang dilengkapi pencari radar aktif Meteor; rudal jelajah SCALP, HAMMER, dan rudal anti kapal AM-39 Exocet.
Rafale dilengkapi dengan meriam internal Nexter 30M791 yang memiliki kapasitas tembak 2500 peluru/menit. Pesawat ini juga mampu membawa berbagai jenis bom termasuk GBU-12 Paveway II, GBU-22 Paveway III, GBU-24 Paveway III, GBU-49 Enhanced Paveway II, AASM Hammer, AS-30L, ANF-1, BEL 1000, dan BLG 66 Belouga, yang digunakan untuk serangan presisi terhadap target darat.
Sementara itu J-10C dilengkapi dengan rudal PL-8, PL-10, PL-12, SD-10A dan PL-15. PL-10, yang merupakan rudal udara ke udara dari jarak menengah hingga jarak jauh dengan pencari radar aktif. PL-15 adalah rudal udara-ke-udara jarak jauh yang dipandu radar aktif dan sangat canggih. Memiliki radar pencari AESA dengan jangkauan 145+ km.
Untuk pertarungan jarak dekat J-10C memiliki meriam Gryazev-Shipunov GSh-23 23mm. pesawat ini juga dilengkapi dengan berbagai bom, termasuk bom berpemandu presisi LS-6, bom luncur LS-6, bom berpemandu laser LT-2, rudal antikapal YJ-9E, dan rudal antiradiasi YJ-91.
Harga satu jet Rafale diperkirakan sekitar USD100 juta, bahkan spesifikasi yang digunakan angkatan udara India diperkirakan mencapai USD268 juta, menjadikannya salah satu jet tempur generasi ke-4 termahal di dunia. Di sisi lain, harga J-10C diperkirakan ‘hanya’ sekira USD40-50 juta per unit, jauh lebih murah daripada Rafale.
Saat ini beberapa negara telah membeli Rafale untuk digunakan oleh Angkatan udaranya, termasuk seperti Mesir, India, dan Indonesia. Rafale pertama Indonesia diperkirakan akan hadir pada 2026 mendatang.
Sementara itu J-10C dijual ke negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan China, seperti Pakistan dan Myanmar.
Dengan kesuksesan Pakistan dalam menggunakan J-10C pada pertempuran terbaru ini bukan tidak mungkin J-10C akan mendapatkan lebih banyak peminat. Ini terutama dengan mempertimbangkan harganya yang jauh lebih murah dibandingkan jet tempur Barat.
(Rahman Asmardika)