PRABU SILIWANGI menjadi raja terkenal di Kerajaan Pajajaran, yang ada di Pulau Jawa bagian barat. Kerajaan Pajajaran konon memiliki wilayah kekuasaan luas di barat Pulau Jawa. Batu sakral warisan Prabu Siliwangi konon menjadi penanda kekuasaan Raja Pajajaran itu.
Batu itu dibuat oleh Susuktunggal. Batu bernama Palangka, juga menjadi singgasana sang raja Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi bertahta.
Palangka itu khusus untuk keperluan upacara penobatan raja di Pakuan. Sekarang singgasana itu disebut watu gigilang (batu yang gemerlapan). Konon batu itulah yang sempat diangkut oleh Banten ketika penyerangan ke Pajajaran pada tahun 1579.
Saleh Danasasmita pada "Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi", mengisahkan bagaimana batu sakral yang diangkut itu membuat Kerajaan Pajajaran secara tradisi tidak bisa dilakukan penobatan raja baru. Keraton Sang Bima tempat Siliwangi tinggal dan memerintah sama dengan Sri Bima.
Di situ dijelaskan bagaimana Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi menerima warisan Kerajaan Pajajaran dari Susuktunggal. Sedangkan dalam Purwaka Caruban disebutkan bahwa Susuktunggal adalah putera Wastu Kancana.
Hanya saja antara Susuktunggal dan Anggalarang terselang oleh raja-raja seperti Banyaklarang-Banyak Wangi-Munding Kawati. Di Purwaka Caruban yang ditulis pada 172) pun terkena penyakit babad umumnya. Misalnya, dari Wastu Kancana ke Maharaja Adimulya hanya terhalang oleh empat raja.
Padahal Maharaja Adimulya adalah tokoh yang dalam Carita Parahiyangan disebut sebagai Tamperan alias Rakeyan Panaraban, putera Sanjaya. Menurut Poerbatjaraka, Rakeyan Panaraban sama dengan tokoh Rakai Panangkaran, putera Sanjaya dalam Prasasti Raja Balitung (907), masa hidupnya pada abad ke-8, sedangkan masa hidup Wastu Kancana pada abad ke-15, selisih tujuh abad atau tujuh ratusan tahun. Tentu saja sangat tak masuk akal jika selisih waktu tujuh abad hanya terisi oleh empat orang raja.
Susuktunggal memang putera Wastu Kancana. Bisa jadi ia adalah putera sulung yang dijadikan raja di Pakuan. Ini adalah raja daerah, sehingga tidak meneruskan memegang keprabuan. Karena itu, ia tidak bisa dimasukkan ke dalam silsilah khusus Susuhunan Sunda.
(Awaludin)