Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Marak Barang Impor Ilegal, DPR Tekankan Urgensi RUU Perlindungan Konsumen Khususnya di Ranah Digital

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Selasa, 27 Mei 2025 |17:03 WIB
Marak Barang Impor Ilegal, DPR Tekankan Urgensi RUU Perlindungan Konsumen Khususnya di Ranah Digital
Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim (foto: dok ist)
A
A
A

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menyoroti temuan jutaan barang impor ilegal dari Tiongkok atau China. Ia pun menekankan, urgensi dari revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen baru yang dapat mengatur pemasaran produk melalui media digital, termasuk sanksi bagi pelanggar.

“Undang-Undang Perlindungan Konsumen mesti melindungi konsumen, dari banjirnya produk ilegal yang dipasarkan melalui media digital,” ungkap Rivqy Abdul Halim, Selasa (27/5/2025).

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyita 1.680.047 barang impor asal China yang tidak sesuai ketentuan di Kabupaten Tangerang, pada Kamis 22 Mei 2025. Jutaan produk yang diamankan terdiri dari perkakas tangan, peralatan listrik, elektronik, aksesori pakaian, dan produk besi atau baja beserta turunannya yang nilainya mencapai Rp18,85 miliar. 

Rivqy menilai, RUU Perlindungan Konsumen harus menyertakan platform digital dalam pembahasan demi menjamin perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen. 

"UU yang baru ini harus ada aturan lebih komprehensif, dengan mengajak platform atau e-commerce duduk bersama," sambungnya. 

 

Pria yang akrab disapa Gus Rivqy ini menilai, Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang lama belum mengatur secara mendetail terkait pemasaran produk ilegal melalui media digital. Selama ini, payung hukum yang dipakai untuk menjerat pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha di media digital hanyalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

“Dapat dilihat pada pasal 9 UU ITE yang bunyinya pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan,” jelas Gus Rivqy.

Selain perlindungan konsumen dari produk ilegal, ia juga menyoroti permasalahan terkait ketimpangan relasi antara pelaku usaha dengan konsumen. Terutama, kata Gus Rivqy, ketika konsumen mengajukan keluhan terhadap barang atau jasa di media digital. 

"Dari beberapa kasus yang ada, konsumen sering kali kalah dengan tuntutan pencemaran nama baik di media digital," tegasnya. 
 

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement