Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Forum Purnawirawan TNI Usul Gibran Dimakzulkan, Pengamat: Tidak Ada Dasar Hukum Konstitusional!

Dilla Nur Fadhilah , Jurnalis-Kamis, 05 Juni 2025 |18:01 WIB
Forum Purnawirawan TNI Usul Gibran Dimakzulkan, Pengamat: Tidak Ada Dasar Hukum Konstitusional!
Wapres Gibran Rakabuming Raka/ist
A
A
A

JAKARTA – Forum Purnawirawan Prajurit TNI kembali mengusulkan Gibran Rakabuming Raka untuk dimakzulkan sebagai Wakil Presiden RI. Bahkan mereka mengajukan surat kepada MPR, DPR dan DPD dalam rangka ketiga lembaga ini mempertimbangkan usulan tersebut.

Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli, menegaskan, langkah tersebut sangat berbahaya jika tidak dilandasi bukti hukum yang kuat, karena berpotensi menjadi upaya makar terselubung.

“Kritik terhadap kekuasaan memang perlu, tapi bukan berarti segala ketidaksukaan bisa dijustifikasi dengan dalih pemakzulan,” ujarnya, Kamis (5/6/2025).

Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menambahkan, usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah salah satu ide paling berbahaya yang pernah muncul dalam lanskap demokrasi Indonesia pasca-Reformasi.

“Demokrasi memang memberi ruang untuk kritik dan koreksi. Tetapi ketika narasi yang dibangun adalah untuk melawan kehendak rakyat yang telah disahkan oleh KPU diperkuat oleh MK, dan ditegaskan oleh MPR maka sejatinya, kita sedang menghadapi gerakan politik yang menolak tunduk pada hukum tertinggi negara," katanya.

Dalam konteks ini juga surat para purnawirawan TNI itu bisa menjadi bukti sikap anti demokrasi dan melawan konstitusi. Dia bahkan mengimbau agar para elite politik tidak perlu merespons surat purnawirawan tersebut.

"Tindakan seperti ini mereka akan memicu disharmoni politik, menggoyang kepercayaan publik, dan memecah konsentrasi pemerintah yang tengah bersiap melanjutkan pembangunan. Dinamika politik harus tetap selaras agar pembangunan bisa berjalan. Jangan seperti anak kecil, enggak suka, minta makzulkan, enggak cocok, ajukan pemakzulan. Kapan negara ini akan maju?" bebernya.

"Apa jadinya jika tiap ketidaksukaan politik dibalas dengan narasi pemakzulan? Demokrasi kita akan menjadi dagelan. Etika kenegaraan runtuh. Konstitusi akan menjadi sekadar kertas tanpa wibawa," sambungnya.

 

Pieter kembali menegaskan bahwa kekuasaan politik harus tunduk pada konstitusi, bukan sebaliknya. Hukum tidak boleh melayani syahwat kekuasaan.

Pieter mengutip pernyataan Socrates yang pernah berkata 'Demokrasi tanpa pendidikan politik yang baik dan benar, maka suara rakyat menjadi dogma berbahaya'.

Oleh karena itu, narasi pemakzulan tanpa data hanyalah distraksi yang menguras energi bangsa, menunda agenda besar reformasi hukum, perbaikan ekonomi, hingga penanganan kemiskinan.

"Presiden Prabowo dikelilingi oleh orang-orang yang setia, cerdas, dan taktis. Lima tahun ke depan adalah momentum untuk membersihkan negara ini dari para penyamun yang bersembunyi di balik simbol kehormatan dan retorika palsu. Indonesia tak kekurangan kritik," katanya.

 

Oleh karenanya, dia mengajak publik menjaga demokrasi dengan akal sehat, bukan dengan nafsu politik. Menurut dia,  konstitusi harus dijaga sebagai rumah bersama, bukan alat mainan kekuasaan.

"Pemakzulan bukanlah alat untuk menyelesaikan ketidaksukaan. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia bukan hanya akan kehilangan arah, tapi juga kehilangan martabatnya sebagai negara hukum," kata Pieter.

"Kita ingin Indonesia yang maju, adil, dan bermartabat. Tapi itu hanya mungkin terjadi jika semua pihak, terutama elite politik dan militer, tunduk pada hukum dan menghormati kehendak rakyat," tutupnya.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement