Sebagai contoh, setelah ia menjadi raja, setiap peristiwa penting seperti pemberian anugerah sima atau pemberian hadiah lainnya selalu melibatkan para pendeta yang ada sebagai saksi. Mereka disebutnya sebagai pendeta Siwa, Buddha, Resi dan Brahmana.
Di samping itu, Airlangga sangat menghargai aliran keagamaan lainnya, misalnya pemujaan terhadap Durga. Ia dengan segera menyetujui membangun pertapaan untuk Bhatari ketika Rakai Pangkaja Dyah Tumambong memohon kepadanya. Demikian pula setelah memutuskan untuk mundur dari tahta, ia merencanakan menjadi pendeta dan keluar dari istana.
Walaupun Schrieke berpendapat bahwa mundurnya seorang raja dengan alasan menjalani kehidupan agama bisa diartikan sebagai merosotnya wibawa, namun kemunduran tersebut harus diartikan sebagai langkahnya mengumpulkan kekuatan "kasekten" yang mulai memudar dalam dirinya.
(Angkasa Yudhistira)