Budi menyebut para tersangka diduga memeras TKA yang akan kerja di Indonesia. Para TKA diketahui harus meminta izin berupa RPTKA yang diterbitkan oleh Ditjen Binapenta PKK Kemnaker.
"Celah pembuatan RPTKA harus ada wawancara, wawancara ini seharusnya setelah ajukan online dan diverifikasi dulu, ketika tidak lengkap akan diberitahukan dan pemberitahuan ini akan berlangsung selama lima hari," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 5 Juni 2025.
Setelah lima hari tak ada perbaikan, kata Budi, maka RPTKA harus kembali diajukan. Di situlah para tersangka langsung menghubungi para agen TKA dan melakukan pemerasan untuk menerbitkan RPTKA.
"Pemberitahuan tidak online tapi secara pribadi melalui WhatsApp kepada agen, sehingga mereka segera lengkapi, tapi yang gak kasih uang gak dikasih tau udah lengkap atau belum. Ini bikin agen datang ke oknum kenapa pengajuan belum ada pemberitahuan," ujarnya.
Ia mengungkapkan, kedelapan tersangka itu yakni SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE. Berikut perinciannya:
1. SH (Suhartono), selaku Direktur Jenderal Binapenta PKK Kemnaker 2020-2023.
2. HYT (Haryanto), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019- 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker 2024-2025.
3. WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker 2017-2019.