Gilang menilai kasus di mana hakim bisa disuap oleh industri sawit raksasa itu merupakan skandal besar yang dikhawatirkan berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
“Vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) yang diberikan kepada Wilmar Group dan sejumlah korporasi sawit lainnya tidak hanya merusak asas keadilan, tetapi juga menghambat upaya penegakan hukum terhadap korporasi yang nyata-nyata menyebabkan kerugian publik," tutur Gilang.
Menurut Gilang, kasus ini menjadi indikator bahwa mafia hukum dan mafia pangan saling berkelindan (saling terkait).
"Korupsi di sektor strategis seperti CPO bukan hanya soal penggelapan dana, tetapi berimbas langsung pada hajat hidup orang banyak," tegas Legislator dari dapil Jawa Tengah II itu.
"Ketika korporasi bisa menyuap hakim demi vonis lepas, maka keadilan menjadi barang dagangan, dan masyarakat menjadi korban dua kali: saat minyak goreng langka, dan saat pelaku dilepaskan dengan skema hukum yang dimanipulasi," sambung Gilang.
Oleh karenanya, Anggota Komisi Penegakan Hukum DPR tersebut menegaskan bahwa kasus ekspor CPO tidak boleh berhenti pada penyitaan uang dan penetapan tersangka saja. Menurut Gilang, harus ada proses hukum yang transparan dan menyeluruh sampai pada pihak pemberi maupun penerima suap.
"Kasus ini harus ditangani secara tuntas, tidak cukup hanya dengan penyitaan uang dan menetapkan tersangka. Proses hukum harus berjalan transparan dan menyeluruh, menyasar semua pihak yang terlibat," tukasnya.