Kelima perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Kasus ini bermula dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Maret 2025 di mana tiga korporasi yang terlibat yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group mendapatkan vonis lepas dari segala tuduhan.
Meskipun majelis hakim menyatakan ketiga perusahaan Wilmar Group terbukti melakukan pelanggaran hukum, namun tidak dianggap sebagai tindak pidana. Hal ini memicu kontroversi dan ditemukan fakta bahwa 3 hakim yang terlibat dalam perkara tersebut menerima suap.
Tiga hakim yang terlibat dalam perkara yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota. Mereka diduga menerima suap bersama Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta senilai Rp 60 miliar. Hal ini menyebabkan Kejagung menetapkan ketiga hakim tersebut sebagai tersangka.