Pesawat ini juga dilengkapi dengan peralatan perang elektronik seperti sistem pengacau radar dan umpan. Pesawat ini dapat menghadapi pesawat musuh, mengebom target darat, dan bahkan digunakan untuk menghancurkan sistem pertahanan udara musuh — misi yang dikenal sebagai SEAD dan DEAD.
Sebagian besar armada angkatan udara Iran sudah sangat tua. Menurut laporan Military Balance tahun 2025, Iran memiliki sekira 150 jet tempur sebelum perang. Namun, banyak dari pesawat ini berasal dari sebelum Revolusi Islam tahun 1979. Ini termasuk 64 jet F-4 Phantom II, 35 jet tempur F-5E/F Tiger II, dan 41 F-14A Tomcat, yang semuanya dibuat di Amerika Serikat (AS). Iran juga memiliki 18 pesawat MiG-29A/UB dari bekas Uni Soviet. Karena kurangnya suku cadang dan dukungan teknis, banyak dari pesawat ini tidak beroperasi penuh.
Iran sebelumnya berupaya mendapatkan jet tempur Su-35 buatan Rusia, tetapi kesepatan tersebut gagal tercapai. Ini membuka pintu bagi China untuk menjual J-10C yang sedang naik daun, dengan jumlah yang cukup signifikan ke Iran.
Dibandingkan dengan Su-35 Rusia, jet tempur J-10C lebih murah dan lebih mudah dirawat. Meskipun Su-35 lebih bertenaga, biayanya — seringkali lebih dari USD100 juta per pesawat — dan penundaan yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina mendorong Iran untuk membatalkan kesepakatan tersebut. J-10C, yang harganya antara USD60 juta dan USD90 juta, menjadi pilihan yang lebih realistis.
Teheran kemungkinan berharap membeli sekira 150 unit J-10C, tetapi karena hambatan biaya dan teknikalitas, jumlah itu kemungkinan akan berkurang hingga hanya sekira 40 unit. Tak hanya jet tempur, China juga bisa menyuplai sistem radar dan pertahanan udara canggih untuk Iran, demikian dilansir Regtechtimes.
Mengoperasikan J-10C tidak akan mudah bagi Iran karena negara itu belum pernah menggunakan pesawat buatan China sebelumnya. Sistem pesawat-pesawat ini sangat berbeda dengan buatan AS dan Rusia, bahkan mungkin memerlukan infrastruktur baru serta waktu untuk melatih pilot, yang membutuhkan waktu dan uang.