JAKARTA – Iran dilaporkan tengah mempertimbangkan untuk membeli jet tempur generasi 4.5 J-10C buatan China untuk menggantikan angkatan udaranya yang sudah tua dan semakin tertinggal. Kabar ini muncul setelah perang antara Iran dan Israel baru-baru ini yang memperlihatkan kesulitan Teheran untuk mempertahankan wilayah udaranya menghadapi pesawat tempur yang lebih canggih.
Israel diketahui mengoperasikan pesawat militer buatan Amerika Serikat (AS) termasuk jet tempur F-35I Adir yang unggul jauh dibandingkan kekuatan udara yang dimiliki Iran.
Menurut unggahan di kanal telegram Russian Arms, pembicaraan terkait pembelian ini beredar di saat Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh mengunjungi China untuk pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) pekan ini.
Jet tempur J-10C menjadi perhatian global setelah kesuksesan angkatan udara Pakistan, yang menggunakan pesawat ini dalam konflik dengan negara tetanggannya, India. Bahkan, J-10C Pakistan dilaporkan berhasil menembak jatuh setidaknya dua jet tempur Rafale buatan Prancis yang digunakan angkatan udara India.
Salah satu keunggulan dari J-10C adalah sistem radar Active Electronically Scanned Array (AESA), KLJ-7A, yang memungkinkan jet mendeteksi dan melacak beberapa target dengan presisi tinggi. Jet ini juga membawa rudal udara-ke-udara PL-15, yang memiliki jangkauan lebih dari 200 kilometer — jangkauan yang bahkan menyaingi beberapa senjata Barat seperti AIM-120D AMRAAM yang digunakan oleh AS.
Pesawat ini juga dilengkapi dengan peralatan perang elektronik seperti sistem pengacau radar dan umpan. Pesawat ini dapat menghadapi pesawat musuh, mengebom target darat, dan bahkan digunakan untuk menghancurkan sistem pertahanan udara musuh — misi yang dikenal sebagai SEAD dan DEAD.
Sebagian besar armada angkatan udara Iran sudah sangat tua. Menurut laporan Military Balance tahun 2025, Iran memiliki sekira 150 jet tempur sebelum perang. Namun, banyak dari pesawat ini berasal dari sebelum Revolusi Islam tahun 1979. Ini termasuk 64 jet F-4 Phantom II, 35 jet tempur F-5E/F Tiger II, dan 41 F-14A Tomcat, yang semuanya dibuat di Amerika Serikat (AS). Iran juga memiliki 18 pesawat MiG-29A/UB dari bekas Uni Soviet. Karena kurangnya suku cadang dan dukungan teknis, banyak dari pesawat ini tidak beroperasi penuh.
Iran sebelumnya berupaya mendapatkan jet tempur Su-35 buatan Rusia, tetapi kesepatan tersebut gagal tercapai. Ini membuka pintu bagi China untuk menjual J-10C yang sedang naik daun, dengan jumlah yang cukup signifikan ke Iran.
Dibandingkan dengan Su-35 Rusia, jet tempur J-10C lebih murah dan lebih mudah dirawat. Meskipun Su-35 lebih bertenaga, biayanya — seringkali lebih dari USD100 juta per pesawat — dan penundaan yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina mendorong Iran untuk membatalkan kesepakatan tersebut. J-10C, yang harganya antara USD60 juta dan USD90 juta, menjadi pilihan yang lebih realistis.
Teheran kemungkinan berharap membeli sekira 150 unit J-10C, tetapi karena hambatan biaya dan teknikalitas, jumlah itu kemungkinan akan berkurang hingga hanya sekira 40 unit. Tak hanya jet tempur, China juga bisa menyuplai sistem radar dan pertahanan udara canggih untuk Iran, demikian dilansir Regtechtimes.
Mengoperasikan J-10C tidak akan mudah bagi Iran karena negara itu belum pernah menggunakan pesawat buatan China sebelumnya. Sistem pesawat-pesawat ini sangat berbeda dengan buatan AS dan Rusia, bahkan mungkin memerlukan infrastruktur baru serta waktu untuk melatih pilot, yang membutuhkan waktu dan uang.
Ada juga kekhawatiran tentang pembatasan akses Iran ke perangkat lunak dan sistem jet tempur tersebut oleh China. Hal ini dapat menyulitkan Iran untuk memodifikasi atau merawat jet tempur itu sendiri. Pengalaman Iran sebelumnya dalam merekayasa ulang suku cadang untuk jet tempur F-14 lamanya mungkin tidak cukup untuk menangani sistem yang lebih baru ini tanpa bantuan dari China.
Jika terealisasi, kesepakatan ini akan menambah peran China di Timur Tengah, yang selama ini didominasi AS dan Rusia. China telah menawarkan alternatif persenjataan yang lebih murah dan modern seperti J-10C dan JF-17, terutama ke negara-negara yang tidak dapat memperoleh jet tempur AS seperti F-35.
(Rahman Asmardika)