Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jakarta Dibekap Suhu Dingin, Fenomena Apa?

Awaludin , Jurnalis-Selasa, 08 Juli 2025 |08:49 WIB
Jakarta Dibekap Suhu Dingin, Fenomena Apa?
Cuaca di Jakarta (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Udara dingin yang menyelimuti Jakarta dalam beberapa hari terakhir menjadi perbincangan hangat di kalangan warga. Bukan hanya karena hujan yang nyaris tak henti-henti, tapi juga karena suhu udara yang terasa lebih sejuk dari biasanya, terutama saat malam hari. Yang menarik, fenomena ini terjadi bersamaan dengan banjir di sejumlah wilayah ibu kota.

Beberapa warga mengaku terkejut dengan perubahan suhu yang mendadak ini. Mereka menyebut suasana seperti berada di dataran tinggi, bukan di kota besar yang biasanya dikenal panas dan lembap.

"Biasanya panas dan lembap, tapi sejak banjir ini, setiap malam rasanya seperti di Puncak. Saya sampai pakai selimut dua lapis," ujar Maulana (37), warga Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (8/7/2025).

Hal serupa juga dikatakan oleh Aldi (32) warga Rawa Buaya, Cengkareng. Menurutnya, saat ini rumahnya masih dilanda banjir, dan hal itu juga membuat udara menjadi dingin.

“Setelah hujan deras dan air naik, udaranya jadi beda. Dingin banget, apalagi pagi-pagi. Kayak suasana di Puncak, padahal lagi kebanjiran," kata Aldi sambil tertawa.

Penjelasan BMKG

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan menegaskan, cuaca dingin tersebut tidak disebabkan oleh fenomena Aphelion. Dia mengatakan, hawa dingin ini terjadi karena adanya udara kering dari Australia atau Monsun Australia.

“Fenomena Aphelion kan terjadi setiap tahun ya. Mengenai hawa dingin yang sekarang itu sebenarnya lebih didominasi oleh kejadian yang di selatan khatulistiwa khususnya saudara-saudara kita yang di Pulau Jawa, Jawa Tengah, Jawa Timur itu karena udara kering yang dari Australia itu, monsun Australia sifatnya lebih kering sehingga ketika malam itu terasa lebih dingin dan siang pun tidak sepanas pada saat bulan-bulan lainnya di mana uap air lebih banyak dari kita cenderung merasakan lebih semu,” kata Ardhasena.

 

Ardhasena juga menambahkan, fenomena Aphelion merupakan kejadian astronomis saat Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbitnya. Namun, karena bersifat global, seharusnya jika Aphelion menjadi penyebab suhu dingin, dampaknya akan dirasakan secara merata di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.

“Apakah ini ada hubungannya dengan Aphelion? Kebetulan secara timing-nya memang sama tetapi kan Aphelion ini fenomena yang secara planetary dan jika memang dia yang menyebabkan suhu dingin kan maksudnya terjadi di seluruh wilayah bumi ya, tetapi kan tidak demikian,” jelasnya.

Ardhasena pun kembali menegaskan, fenomena hawa dingin ini merupakan bagian dari pola musiman tahunan yang umum terjadi di wilayah selatan khatulistiwa, khususnya di Pulau Jawa. Di kalangan masyarakat Jawa, kondisi seperti ini dikenal dengan istilah “mbediding”, yaitu udara malam yang terasa sangat dingin di musim kemarau.

“Jadi suhu yang sifatnya terasa lebih dingin khususnya malam itu sebenarnya sifat musiman yang karakteristiknya khas terjadi kalau masyarakat Jawa bilangnya “mbediding” dan itu sebenarnya tidak ada kaitannya dengan fenomena Aphelion secara sebab akibat. Tapi ini terjadi secara bersamaan,” pungkasnya.
 

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement