TANGERANG- Kementerian Hukum RI mengekstradisi warga negara federasi Rusia Alexander Vladimirovich Zverev (AZV) ke negara asalnya. Ekstradisi dilakukan atas permintaan Pemerintah Rusia melalui proses hukum serta mekanisme yang berlaku di Indonesia.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum RI, Widodo menjelaskan, ekstradisi AZV merupakan pengabulan ekstradisi pertama pemerintah RI meski perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Rusia masih dalam tahap ratifikasi.
"Pada 2022 itu ada permintaan dari pihak sana (otoritas negara federasi Rusia), tentu kita berproses dan itu juga butuh waktu, komunikasi secara diplomatik," ujar Widodo, di Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (10/7/2025).
Dijelaskannya, ekstradisi AZV dilakukan berdasarkan permohonan pemerintah negara federasi Rusia. Dipastikan AZV terlibat permasalahan hukum di negara tersebut hingga keluarnya Red Notice sejak 2022.
Selanjutnya kata dia, pemerintah negara federasi Rusia mendeteksi keberadaan AZV di Indonesia dan meminta bantuan pemerintah RI untuk menangkap dan memulangkan AZV ke Rusia melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.
"Tindakan kriminalnya itu di Rusia, bukan di wilayah hukum Indonesia. Dia melanggar pelanggaran hukum, kemudian Rusia menemukan yang bersangkutan di sini, dan meminta Indonesia untuk mengembalikan," jelasnya.
Selama berada di Indonesia sejak tahun 2022-2025 AZV kata Widodo diamankan dan ditahan di Rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Dia menegaskan serah terima AZV dan barang bukti lain dilakukan di Rutan Cipinang.
"Nantinya WNA itu akan diberangkatkan ke negaranya melalui Denpasar, Bali langsung ke sana. Enggak ada pengawalan ketat, dia naik pesawat komersil pada malam ini dari Jakarta ke Denpasar dan langsung flight ke Moskow, karena kita tidak ada langsung Jakarta flight ke Moskow, ya," ungkap dia.
Dalam proses penandatangan minutes of surrender di kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, AZV tidak turut dihadirikan Ditjen AHU ke muka publik. Pihaknya beralasan karena hal itu sesuai dengan permintaan Pemerintah Federasi Rusia.
"Ini kan masalah G to G (government to government) hubungan pemerintah Indonesia dengan Rusia. Jadi ini cuma hanya faktor teknis supaya permintaan mereka langsung secepatnya biar bisa diproses sesuai dengan hukum negara Rusia," tutupnya.
(Fahmi Firdaus )