Lebih lanjut, Gilang mengingatkan bahwa kasus seperti ini tidak boleh direduksi sebagai pelanggaran etik internal semata. Ia menekankan pentingnya memproses kasus kekerasan seksual sebagai tindak pidana yang serius sesuai dengan UU TPKS.
"Dunia pendidikan tidak boleh menjadi tempat yang aman bagi predator seksual. Ini harus menjadi preseden hukum yang kuat," ujarnya.
Ia juga mengimbau seluruh perguruan tinggi untuk tidak menyelesaikan kasus kekerasan seksual hanya dengan sanksi administratif atau mendiamkannya demi menjaga nama baik institusi.
"Hukum pidana tidak bisa dinegosiasikan atas nama citra institusi. Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum yang adil dan setara bagi semua warga negara, termasuk dalam konteks pendidikan tinggi," pungkasnya.
(Awaludin)