FLORES – Kasus gigitan anjing yang diduga terinfeksi rabies di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus menunjukkan tren kenaikan. Data Dinas Kesehatan mencatat, delapan warga dilaporkan meninggal dunia akibat gigitan hewan penular rabies (HPR) sejak 2023.
Sekretaris Dinas Kesehatan Manggarai Timur, Pranata Kristiani Agas, menjelaskan jumlah kasus gigitan anjing masih tergolong meningkat.
“Pada 2023 tercatat 1.919 kasus gigitan, dua di antaranya berujung kematian. Tahun 2024, jumlah kasus naik menjadi 1.926 dengan empat korban jiwa. Sementara hingga Juni 2025, sudah ada 1.394 kasus dan dua kematian,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Pranata menjelaskan bahwa seluruh kasus tersebut masih berstatus suspek rabies, mengingat belum tersedianya fasilitas laboratorium untuk memastikan diagnosis melalui pemeriksaan otak hewan pembawa virus rabies.
Kendati demikian, ia memastikan bahwa pasokan vaksin anti-rabies (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) masih tersedia dan dapat diakses masyarakat.
“Stok vaksin kita cukup. Namun, yang lebih penting adalah membangun kesadaran masyarakat agar segera datang ke fasilitas kesehatan setelah tergigit, tanpa menunggu gejala muncul,” tegasnya.
Dalam upaya pencegahan rabies, Pranata kembali menekankan pentingnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penertiban, Penanggulangan, dan Pemberantasan Hewan Penular Rabies.
Menurut Pranata, pengendalian populasi anjing liar serta vaksinasi berkala terhadap hewan peliharaan harus menjadi bagian dari kebijakan kolektif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
“Kami telah menginstruksikan seluruh camat, lurah, dan kepala desa untuk mengintensifkan edukasi kepada warga melalui berbagai kanal, termasuk sekolah, rumah ibadah, dan forum warga,” ujarnya.
Ia berharap sinergi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dapat mempercepat penurunan angka kasus serta meminimalisasi risiko kematian akibat rabies.
(Fetra Hariandja)