JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi terkait kuota haji 2024. KPK pun menjelaskan duduk perkara kasus tersebut bermula pada 2023.
Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan, Presiden RI saat itu Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan pemerintah Arab Saudi. Dari pertemuan itu, Indonesia mendapat kuota tambahan sebanyak 20 ribu.
“Di 2023 itu, karena antrean yang panjang, antrean reguler ini, maka Presiden Republik Indonesia pada saat itu bertemu dengan raja di sana, yaitu pemerintahan Arab Saudi. Kemudian diberikan kuota tambahan 20 ribu,” kata Asep, Rabu (6/8/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan aturan, seharusnya pembagian kuota reguler memakai 92 persen dan sisanya diperuntukkan bagi haji khusus. Namun, pembagian jumlah kuota itu tidak sesuai sehingga berpotensi terjadi perbuatan melawan hukum.
"Artinya, akan ada nanti untuk regulernya itu 18.400, itu untuk reguler. Kemudian, 1.600-nya untuk khusus, karena 8 persen kali 20 ribu, berarti 1.600. Nah, 18.400-nya itu untuk reguler," ujar Asep.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua, 10 ribu untuk reguler, 10 ribu lagi untuk kuota khusus," sambung dia.
Di dalam prosesnya, lanjut dia, KPK telah meminta klarifikasi mulai dari pihak penyelenggara travel haji. Adanya aliran dana terkait penambahan kuota haji khusus ini juga didalami.
“Kemudian nanti kita sedang mendalami ada aliran dana dan lain-lain ke sananya. Jadi tidak gratis untuk mendapatkan kuota haji tambahan itu. Khusus untuk yang kuota khusus," ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pihak guna mendalami kasus dugaan korupsi tersebut.
Di antara saksi yang telah dimintai keterangan yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah dan pendakwah Khalid Basalamah.
(Arief Setyadi )